BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan
selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan
persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Mengenai
masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit.
Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang
mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk
itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat
dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,
propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga dalam melaksanakan prinsip penyelenggaraan pendidikan harus sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yaitu; mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Proses pendidikan digunakan
evaluasi, akreditasi dan sertifikasi untuk memantau perkembangan pendidikan.
Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional
sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Salah satu bentuk evaluasi pendidikan adalah dengan diadakannya
ujian nasional baik di jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.
Pembelajaran merupakan jantung
dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran
bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut
pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas
pembelajaran merupakan tanggung jawab profesional seorang guru, misalnya
melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas
yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat
makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan
bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu
yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral
dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap proses pembelajaran, baik secara eksternal maupun internal
diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru,
materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih
ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut
jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak
diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam
mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir
dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari
yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi
pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan
berbagai media secara optimal (Anggara, 2007:100).
Pengaruh nyata dan mudah
dilihat Dari sektr industry terhadap sector pendidikan ialah adanya kecenderungan untuk menyusun dan
menerapkan kurikulum serta materi pelajaran disekolah maupun universitas agar
sesuai dengan kebutuhan sector industry. Apa yang dimaksud dengan pembiasan
fungsi (vocational bias) pendidikan
dimaksudkan agar tujuan pendidikan dapat mengarahkan siswanya untuk memiliki
persiapan didalam bekerja. Pihak industriawan atau pengusaha mengehndaki suatu
metode pendidikan yang memungkinkan lulusan sekolah atau perguruan tinggi
menjadi tenaga kerja yang langsung siap pakai.
Beberapa jenis sekolah telah menerapkan
suatu vocational bias tertentu. Sekolah teknik yang siswanya kurang lebih
berjumlah 6% dari seluruh siswa dari
tingkat menengah pertama, diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil
bagi pekerjaan manual maupun nonmanual
Namun diantara sekian banyak
sekolah menengah pertama yang modern di Sheffield, Carter (1962) menemukan bahwa sejumlah pelajaran praktis yang merupakan vocational
bias tidak ditujukan untuk mengarahkan
para siswanya terhadap
jenis-jenis pekerjaan tertentu, tetapi pelajaran tersebut digunakan
untuk mengarahkan dan menyesuaikan bakat dan kemauan siswanya dengan pekerjaan
local ditempat tersebut.
Orang yang percaya bahwa pendidkan
berfungsi mempersiapkan siswa untuk terjun langsung ke dunia kerja telah
mendorong mereka untuk menganggap sekolah sebagai sarana
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Ia juga akan mendorong
sekolah-sekolah untuik menyusun materi pelajaran yang secara lebih menarik dan
terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari. Ia juga akan membantu memecahkan
problema yang terjadi pada saat transisi dari sekolah menuju pekerjaan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengaruh dunia pendidikan
terhadap perkembangan industri
2.
Bagaimana upaya pemerintah
menciptakan dunia pendidikan yang akan berdampak baik terhadap dunia kerjanya
kelak ?
BAB II
Telaah Literatur
Teori Pemilihan Kerja
Musgrave telah melangkah maju
dengan konsepnya tentang teori pemilihan kerja. Dalam teorinya dia menyatakan :
“Peninjauan terhadap masalah
sosialisasi adalah suatu hal yang sangat penting. Pada setioap tahap
sosialisasi, terjadi suatu masa transisi yang terjadi pada setiap pergantian
tahap sosialisasi . dengan mellihat kkemampuan seorang pemuda untuk melakukan
proses sosialisasi atau kemampuannya beradaptasi dengan pekerjaan beserta lingkungan
kerjanya,. Kita bisa menyatakan apakah pemuda itu berhasil atau tidak dalam
menentukan pilihannya”
Dilain pihak, Ford dan Box mengajukan
kritik terhadap Musgrave dengan
menyatakan bahwa :
“Dapat dipastikan, bahwa masa
transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja didalam kasus dimana anak-anak
berumur 15 tahun sudah berhenti sekolah tidak dapat diuraikan sebagai suatu
proses memilih seccara keseluruha. Anak-anak tersebut tidak tahu tentang
keseluruhan masalah pekerjaan yang ditawarkan kepada mereka, dan sama sekali
tidak mempunyai criteria untuk membedakan satu pekerjaan dengan pekerjaan
loinnya. Dua teori yang terkenal tentang masa memasuki dunia kerja adalah teori
Ginzberg dan super, kedua teori itu menyatakan bahwa kita harus menganggap
masuknya orang dalam dunia kerja sebagai suatu proses”
BAB III
Pembahasan
PENGARUH
PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBAN INDUSTRI
Jika kita bicara soal kesempatan
kerja, maka di negara kita jika ada satu pekerjaan maka diperkirakan ada seribu
orang yang akan melamar. Dari seribu orang itu mungkin hanya sekitar seratus
orang yang memenuhi persyaratan administrasi dan lulus test psikologi. Intinya
begitu besar “gap” atau perbedaan antara “Supply and Demand” ,antara
persyaratan kerja dengan mereka yang memenuhi kualifikasi persyaratan kerja
tersebut.
Hasil dari dunia pendidikan
berupa lulusan SMK atau Politeknik yang memang dipersiapkan untuk segera
memasuki dunia kerja masih jauh dari harapan. Ada beberapa sekolah kejuruan
atau politeknik yang lulusannya langsung dapat masuk kepasar kerja. Mereka
mempunyai peralatan latihan kerja yang memadai, biasanya merupakan proyek
percontohan atau bekerjasama dengan industri tertentu. Sekolah kejuruan dan
politeknik yang berjalan tanpa menyediakan peralatan latihan kerja yang memadai,
akan ketinggalan teknologi dan lulusannnya masih harus dibekali dengan
ketrampilan untuk dapat memenuhi standard industri.
Pada negara lain yang sudah
maju masih terdapat juga masalah “link and Match” antara keluaran dari
pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. Bedanya setiap tahun besarnya “gap”
itu semakin diperkecil dengan selalu mengevaluasi dan memperbaiki sistem
pendidikannya. Jepang saja sebagai negara industri yang sangat maju masih ada
“mis-match” dalam penempatan tenaga kerjanya.Hal ini diatasi dengan memberikan
kesempatan bagi pencari kerja angkatan muda untuk melaksanakan program magang.
Dengan magang di industri atau di UKM (Usaha Kecil Menengah), dan mendapatkan
uang saku yang memadai, maka ketrampilan bekerja seseorang menjadi meningkat.
Pendidikan serta berbagai latihan
keterampilan atau kejuruan yang ada didalam perusahaan merupakan refleksi atau
perluasan dari tujuan dan nilai-nilai yang terkandung didalam pendidikan yang
akan disampaikan kepada masyarakat luas.
1.
Sistem Magang
Sejak abad pertengahan, system magang sudah
dikenal baik dalam dunia perdagangan maupun industry. System magang memiliki sifat paternalistic, yang
menggambarkan hubungan bapak dengan anakny, antara seorang mekanik
berpengalaman dengan seorang pekerja pemula. Walaupun sudah berusia lebih dari
20 tahun, penelitian Williams (1957) mengenai system magang ternyata masih
cukup relevan dengan situasi dan kondisi sekarang.
2.
Day – release dan Sandwich course
Day release berarti bahwa seorang
pekerja mula yang baru masuk mendapatkan hari bebas dari pekerjaannya,
biasanyya sehari dalam satu minggu kerja yang harus digunakan untuk mengikuti
kursus pada berbagai jenis lembaga pendidikan teknik. Ada tingkatan kursus yang
dapat diikuti oleh seorang pekerja , yaitu : pertama kursus untuk menduduki
jabatan professional, kedua kursus untuk menjadi teknisi dan ketiga untuk menduduki jabatan sebagai tenaga
mekanik. Sandwich courses, merupakan suatu system pendidikan atau latihan
dimana seorang karyawan bekerja dan belajar secara berselang-seling.
Suatu penelitian yang telah dilakukan
oleh Cotgrove dan Fuller (1972) menyatakan bahwa pengaruh Sandwich courses terhadap posisi pekerjaan atau
jabatan, sosialisasi dan proses pemilihan pekerjaan sangat kecil sekali.
Satu-satunya kekuatan sandwich courses adalah kemampuannya untuk meningkatkan
motivasi, prestasi dan kecakapan para pekerja.
3.
Tenaga Kerja dan Pendidikan
Sampai dengan masa perang dunia
I, dalam dunia industry terdapat tiga macam kelompok kerja, yang semuanya
berkaitan dengan berbagai tingkatan dalam perkembangan teknologinya.
Ketiga macam kelompok itu ialah
:
1. Unskilled manual (tenaga kerja tidak terampil)
2. Skilled manual (tenaga kerja terampil)
3. Personal administration dan komersial
Dalam tahun-tahun akhir ini,
tenaga kerja untuk skilled semakin kurang diperlukan, akan tetapi jumlah
personal administrasi dan komersial semakin lama semakin b Sar. Perbedaan
antara tenaga kerja manual dan non manual,
yang dalam istilah lama disebut pekerja otot dan pekerja otak semakin lama
semakin kabur. Kita sekarang sedang melangkah menuju suatu masa diman dunia buruh sebagian besar terdiri
dari berbagai tingkatan tenaga kerja setengah
terampil dan teknisi terlatih.
Dengan diperkenalkannya mesin-mesin
baru beserta teknologinya telah mengakibatkan
kenaikan tajam dalam kecepatan
mobilitas jabatan atau perpindahan posisi kerja, dan juga menimbulkan
konsekuensi khusus yaitu perlunya pendidikan atau latihan bagi parapekerja.
Rangkaian hubungan lainnya
antara industry dan pendidikan adalah adanya kecenderungan dalam berbagai perusahaan besar untuk
menghimbau para pekerja seniornya memasukkan putra-putra mereka kesekolah umum.
4.
Sekolah dan Pekerjaan
Masalah transisi dari dunia
sekolah memasuki dunia kerja akan menimbulkan dua macam masalah yaitu : aspirasi dan harapan calon pekerja
yang baru saja menyelesaikan studinya berkaitan dengan dunia kerja yang akan
dimasukinya, dan yang kedua adalah proses pemilihan pekerjaan
Sekolah memberikan suatu bayangan
atau gambaran dari bentuk pekerjaan yang akan didapatkan oleh seseorang. Di sekolah para siswa
mendapatkan suatu informasi tentang berbagai pekerjaan yang bisa dan akan
mereka lakukan, walaupun mungkin
informasi tersebut tidak bersifat
langsung bila sekolah yang dimasukinya sekolah ilmu-ilmu social
Berbagai penelitian untuk
mengetahui bagaimana anak-anak sekolah
dan para pekerja muda didalam
memandang berbagai aspek dunia kerja,
telah banyak dilakukan oleh para
ahli. Penelitian yang dilakukan oleh
Musgrave (1966) terhadap sejumlah siswa dan siswi yang berumur antara 14 sampai dengan 20
tahun diwilayah industry di Inggris
utara, telah memperlihatkan bahwa sebagian besar mereka menganggap bahwa pekerjaan hanyalah
sebagai alat untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi sebagian kecil
lainnya beranggapan bahwa justru sekolahlah yang merupakan alat untuk
mendapatkan pekerjaan, karena ia dianggap sebagai tujuan akhir.
Maizels (1970) mengambil suatu
kesimpulan dari hasil penelitian terhadap sejumlah siswa di Willlesden, salah
satu bagian kota London yaitu adanya
suatu kepincangan dalam hubungan antara aspirasi dan harapan anak-anak muda
disatu pihak, dengan apa yang telah dilakukan oleh berbagai badan pelayanan
masyarakat termasuk perusahaan industry dilain pihak.
Sebagian persiapan memasuki dunia
kerja, biasanya pihak sekolah memilih sekelompok siswa yang sudah senior untuk
melakukan kunjungan keperusahaan untuk mendapatkan pengetahuan praktis dari
kegiatan kerja diperusahaan yang dikunjunginya. Hal ini akan memberikan
gambaran yang cukup baik bagi para siswa mengenai ruang lingkup pekerjaan yang
akan dimasukinya serta cukup berpengaruh terhadap proses pemilihan pekerjaan
yang akan dilakukannya.
Penyelarasan pendidikan dengan
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, argumen untuk yang mengomentari
adalah Sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan sebagai suatu lembaga
sosial yang berdiri sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga sosial lain. Sekolah
harus kita pandang sebagai suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat yang ada di sekitarnya, baik masyarakat lokal, maupun masyarakat
daerah atau masyarakat nasional.
BAB IV
Penutup
4.1
Kesimpulan
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi berdampak pada perubahan tuntutan dunia kerja
terhadap sumber daya manusia yang dibutuhkan. Pendidikan mempunyai pengaruh
penting bagi industry di Indonesia. Oleh karena itu pengembangan kurikulum di
pendidikan tinggi harus bisa mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu memberikan pengalaman belajar kepada
peserta didik sesuai dengan standar kompetensi dan tuntutan dunia usaha dan
dunia industri. Sebagai realisasi di dalam memenuhi tuntutan dunia kerja
tersebut, maka dalam perancangan kurikulum pendidikan mengacu pada
karakteristik pendidikan yang dibutuhkan. Kerjasama yang harmonis antara dunia
pendidikan dan industri memiliki peran untuk menyiapkanlulusannya agar siap
bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan
pekerjaan yang ada.
Berdasarkan
pengamatan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan yang saat ini berhasil
dikembangkan adalah yang mengacu pada tuntutan dunia kerja, yaitu dunia usaha
dan dunia industri yang berkembang di masyarakat. Sedangkan, di level
pendidikan tinggi, kerjasama antara dunia pendidikan dan industri belum
optimal. Alangkah baiknya jika kerjasama yang harmonis antara perusahaan dengan
tenaga kerjany dalam dunia industri, dapat pula diterapkan bagi tingkat
pendidikan tinggi dengan dunia industri. Hal ini menjadi tantangan berbagai
pihak yang terkait seperti dinas pendidikan, dinas tenaga kerja, lembaga pendidikan,
dan dunia industri dalam mewujudkan kerjasama yang terintegrasi sehingga dapat
mencetak lulusan-lulusan perguruan tinggi yang berkualitas dan siap pakai di
dunia industri.
Daftar Pustaka
http://indosdm.com/link-and-match-keterkaitan-dunia-industri-dan-dunia-pendidikan
http://dgi-indonesia.com/beberapa-permasalahan-dalam-perkembangan-pendidikan-tinggi-dkv-di-indonesia/
http://www.academia.edu/3571217/Peran_Industri_dalam_Pendidikan_Kejuruan
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/15275
Tidak ada komentar:
Posting Komentar