1. Pengertian
konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa
barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk
tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau
distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya
konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip
holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen.
2. Asas dan
Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
•Asas manfaat
Maksud asas ini
adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
•Asas keadilan
Asas ini
dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil
•Asas
keseimbangan
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
•Asas keamanan
dan keselamatan konsumen
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
•Asas kepastian
hukum
Asas ini
dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin
kepastian hukum.
b. Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU
Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen
adalah sebagai berikut.
• Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
• mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa.
• Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
• Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
• Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
• Meningkatkan
kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
3. Hak dan
Kewajiban konsumen
Hak Konsumen
adalah :
v
Hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
v
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
v
Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
v
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
v
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut
v
Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen
v
Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
v
Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
v
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya’
Kewajiban
konsumen adalah :
v
membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan
v
beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa
v
membayar dengan nilai tukar
yang disepakati
v
mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. Hak
kewajian pelaku usaha
Hak pelaku usaha
adalah :
v
hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
v
hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
v
hak untuk melakukan pembelaan
diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
v
hak untuk rehabilitasi nama
baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
v
hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku
usaha adalah :
v
beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
v
memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
v
memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
v
menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku;
v
memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
v
memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
v
memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5. Perbuatan
Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU
PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1. larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan
produksi (Pasal 8 )
2. larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3. larangan bagi
pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Yang pertama
ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi
pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
1.
tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2.
tidak sesuai dengan berat
bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.
tidak sesuai dengan ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.
tidak sesuai dengan kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label,
etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.
tidak sesuai dengan mutu,
tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
6.
tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang
dan/atau jasa tersebut;
7.
tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu;
8.
tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
label;
9.
tidak memasang label atau
membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih
atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama
dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus di pasang/dibuat;
10.
tidak mencantumkan informasi
dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang
usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang
makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang
pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui
Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga
wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan
kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat
(2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak
memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan
tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah
tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat:
kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang
sempurna.
Bekas: sudah
pernah dipakai.
Tercemar:
menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup
sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti
benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut
masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar
berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar
benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau
tidak berfungsi lagi.
6. Tanggung
jawab pelaku usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan
melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict
liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam
kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung
jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha
bertanggung jawab).
Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal
sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat,
sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik
kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller,
distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya
resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap
konsumen.
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat
dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product
Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang
bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang
piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang
diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis.
Rumah). Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak
semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk
komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa
product liability is the liability of manufacturer, processor or
non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third
party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan
Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of
distribution of a product to a person injured by the use of product
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu
tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu
produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam
suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang
atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability di atas,
berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam
rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk
para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan
pekerja dari badan-badan usaha di atas. Tanggung jawab tersebut sehubungan
dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian
bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta
benda.
7. Sanksi
Sanksi Bagi
Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang
Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
•Ganti rugi
dalam bentuk :
-Pengembalian
uang atau
-Penggantian
barang atau
-Perawatan
kesehatan, dan/atau
-Pemberian
santunan
•Ganti rugi
diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi
Administrasi :
maksimal Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
•Kurungan :
Penjara, 5
tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18
-Penjara, 2
tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1)huruf d dan f
•Ketentuan
pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian
-Pengumuman
keputusan Hakim
-Pencabuttan
izin usaha;
-Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
-Wajib menarik
dari peredaran barang dan jasa;
-Hasil
Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html
http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/
DAFTAR PUSTAKA
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html
http://www.jurnalhukum.com/hukum-perlindungan-konsumen-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar