Senin, 20 Juni 2016

Ketahanan Pangan Nasional



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.


Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan. Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.









1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2. Bagaimana tujuan dari pembangunan ketahanan pangan?
3. Bagaimana strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan?
4. Apa saja sub sistem ketahanan pangan?
5. Aspek-aspek apa saja yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh
    pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan?
6. Bagaimana program dalam upaya ketahanan pangan?

BAB II
TELAAH LITERATUR

 1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.
3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.
4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).
6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems, 2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
7. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).


BAB III

PEMBAHASAN

Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai : kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman; dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal.

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.  Karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam dan sosial budaya yang beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan ketahanan pangan. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan pangan.  Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional.  Oleh karena ketahanan pangan tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka harus secara  jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan pangan. Penyediaan pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus terus berkembang dari waktu ke waktu.

Untuk mewujudkan penyediaan pangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.  Sumber penyediaan pangan diwujudkan berasal dari produksi dalam negeri, cadangan pangan dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerataan ketersediaan pangan memerlukan pendistribusian pangan keseluruh wilayah bahkan sampai rumah tangga. Oleh sebab itu perwujudan distribusi pangan memerlukan suatu pengembangan transportasi darat, laut  dan udara yang sistemnya melalui pengelolaan pada peningkatan keamanan terhadap pendistribusian  pangan. Cadangan pangan nasional diwujudkan dengan cadangan pangan masyarakat dan cadangan pangan pemerintah. Cadangan pangan pemerintah dibatasi pada pangan tertentu yang bersifat pokok, karena tidak mungkin pemerintah mencadangkan semua pangan yang dibutuhkan masyarakat. Cadangan  pangan pemerintah terdiri dari cadangan pangan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota,  Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat yang perwujudannya memerlukan inventarisasi cadangan  pangan, memperkirakan kekurangan pangan dan keadaaan darurat, sehingga penyelenggaraan  pengadaan dalam pengelolaan cadangan pangan dapat berhasil dengan baik. Cadangan pangan pemerintah dilakukan untuk menanggulangi masalah pangan dan disalurkan dalam bentuk mekanisme  yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga. Namun penyaluran tersebut dilakukan dengan tidak merugikan kepentingan masyarakat konsumen dan produsen. Peran dan tanggung jawab masyarakat dalam hal cadangan pangan dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan/atau perorangan.

Penganekaragaman pangan merupakan suatu hal yang harus ditingkatkan keanekaragaman pangannya, sejalan dengan teknologi pengolahan, yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan perlu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan program dan analisis serta evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan. Pencegahan masalah pangan dimaksudkan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya masalah pangan. Dalam hal penanggulangan masalah pangan harus terlebih dahulu diketahui secara dini tentang kelebihan pangan, kekurangan pangan dan ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, penanggulangan masalah pangan kegiatannya antara lain pengeluaran pangan apabila terjadi kelebihan pangan, peningkatan produksi dan/atau pemasukan pangan apabila terjadi kekurangan pangan. Selain dari pada itu, penyaluran pangan secara khusus diutamakan bagi ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan, dan memberikan bantuan pangan kepada penduduk miskin. Ketentuan pengendalian harga khususnya terhadap pangan tertentu yang bersifat pokok bertujuan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang berakibat resahnya masyarakat seperti keadaan darurat yang meliputi bencana alam, konflik sosial dan paceklik yang berkepanjangan. Dengan demikian pengendalian harga pangan harus mengetahui mekanisme pasar atau adanya intervensi pasar dengan cara mengelola dan memelihara cadangan pangan pemerintah, mengatur dan mengelola pasokan pangan, mengatur kelancaran distribusi pangan dan menetapkan kebijakan pajak dan/atau tarif.

Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Disamping itu, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam ketahanan pangan dengan cara memberikan informasi dan pendidikan, membantu kelancaran, meningkatkan motivasi masyarakat serta meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam meningkatkan ketahanan pangan. Dalam mewujudkan ketahanan pangan, masyarakat mempunyai peran yang luas misalnya melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi pangan, menyelenggarakan cadangan pangan serta melakukan pencegahan dan penanggu-langan masalah pangan. Ketahanan pangan diwujudkan pula melalui pengembangan sumber daya manusia dan kerjasama internasional. Selanjutnya untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan Dewan Ketahanan Pangan.


Sistem Ketahanan Pangan

Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty , 2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu. Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup.

Faktor-faktor Utama Ketahanan Pangan di Indonesia
1)      Lahan
Menurut berita di Kompas, lahan sawah di Indonesia hanya 4,5% dari total luasan daratan. Sekitar 8,5% merupakan tanah perkrbunan, 7,8% lahan kering, 13% dalam bentuk rumah, tegalan dan ilalang, serta 63% merupakan kawasan hutan.
Menurut BPS, pada tahun 2030 kebutuhan beras di Indonesia mencapai 59 juta ton. Karena luas tanam padi pada tahun 2007 hanya sekitar 11,6, maka untuk mendukung kebutuhan beras tersebut diperlukan tambahan luas tanam baru 11,8 juta ha.
Keterbatasan lahan pertanian, khususnya untuk komoditas-komoditas pangan memang sudah merupakan salah satu persoalan serius dalam kaitannya dengan ketahanan pangan di Indonesia selama ini.
2)      Infrastruktur
Irigasi (termasuk waduk dalam sumber air) merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas, dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan, secara signifikan.
3)      Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM), bukan hanya jumlah tetapi juga kualitas, sangat menentukan keberhasilan Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan. Bahkan dapat dipastikan bahwa pemakaian teknologi dan input-input modern tidak akan menghasilkan output yang optimal apabila kualitas petani dalam arti pengetahuan atau wawasannya mengenai teknologi pertanian, pemasaran, standar kualitas, dan lain-lain rendah.
Lagipula, teknologi dan SDM adalah dua faktor produksi yang sifatnya komplementer dan ini berlaku di semua sektor, termasuk pertanian.
4)      Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak, yang digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan Jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-input lainnya serta alat-alat transportasi dan komunikasi.
5)      Modal
Penyebab lainnya yang membuat rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia adalah keterbtasan dana. Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapatkan kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia. Bahkan kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri.
6)      Cuaca
Tidak diragukan bahwa  pemanasan global turut berperan dalam menyebabkan krisis pangan, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau. Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi secara baik (Arifin, 2008).
Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang menyebabkan musim kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang sangat tidak sedikit (Samhadi, 2007).
Permasalahan dalam Ketahanan Pangan

Permasalahan secara umum mengenai ketahanan pangan adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan penduduk yang positif. Dengan demikian permintaan pangan masih akan meningkat. Peningkatan permintaan pangan juga didorong oleh peningkatan pendapatan, kesadaran akan kesehatan dan pergeseran pola makan karena pengaruh globalisasi, serta ragam aktivitas masyarakat. Di sisi lain, ketersediaan sumber daya lahan semakin berkurang, karena tekanan penduduk serta persaingan pemanfaatan lahan antara sektor pangan dengan sektor non pangan. Secara spesifik, permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi, dan konsumsi pangan.
1. Penyediaan Pangan Penyediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri dihadapkan pada masalah pokok yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Desakan
peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan:
(1) terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian,
(2) menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan,
(3) semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi akibat kerusakan hutan,
(4) rusaknya sekitar 30 persen prasarana pengairan, dan
(5) persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan pemukiman (Nainggolan, 2006).

Secara rinci faktor penyebab terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dapat dikelompokkan dalam faktor teknis dan social ekonomi sebagai berikut:

a. Faktor teknis:
ô€‚ƒBerkurangnya lahan pertanian karena alih lahan pertanian ke non pertanian, yang diperkirakan laju peningkatannya 1%/tahun.
ô€‚ƒProduktifitas pertanian yang relative rendah dan tidak meningkat.
ô€‚ƒTeknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
ô€‚ƒInfrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah dan kemampuannya semakin menurun.
ô€‚ƒTingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
ô€‚ƒKegagalan produksi karena faktor iklim yang berdampak pada musimkering dan banjir.

b. Faktor sosial-ekonomi:
ô€‚ƒPenyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
ô€‚ƒSulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga tani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5 persen/tahun).
ô€‚ƒTidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.
ô€‚ƒTataniaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tariff impor yang melindungi kepentingan petani.
ô€‚ƒTerbatasnya devisa untuk impor pangan.

2. Distribusi Pangan
Distribusi pangan adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari point of production (petani produsen) kepada point of consumption (konsumen akhir). Distribusi tidak hanya menyangkut distribusi pangan di dalam negeri namun juga menyangkut perdagangan internasional dalam suatu sistem harga yang
terintegrasi secara tepat (Soetrisno, 2005). Dengan demikian perlu dibuat pola distribusi pangan yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Permasalahan dalam distribusi pangan (Nainggolan, 2006):

Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah konsumen belum memadai, sehingga wilayah terpencil masih mengalami keterbatasan pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu. Keadaan ini menghambat  aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, baik secara fisik, namun juga secara ekonomi, karena kelangkaan pasokan akan memicu kenaikan harga
dan mengurangi daya beli masyarakat.

Kelembagaan pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga kestabilan distribusi maupun harga pangan. Pada masa panen, pasokan pangan berlimpah ke pasar sehingga menekan
harga produk pertanian dan mengurangi keuntungan usahatani. Sebaliknya pada masa paceklik atau masa dimana panen tidak berhasil, harga meningkat dengan tajam, sehingga mengurangi aksesibilitas
masyarakat terhadap pangan.

Bervariasinya kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola system distribusi pangan, agar pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah
konsumen.

Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan sepanjang jalur distribusi dan pemasaran, mengakibatkan biaya distribusi yang tinggi pada berbagai produk pangan.

3. Konsumsi Pangan
Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi (meskipun konsumsi protein sudah mencukupi). Konsumsi energi penduduk Indonesia masih lebih rendah dari yang direkomendasikan WKNPG VIII. Permasalahan selanjutnya adalah mengenai konsumsi energi yang sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke beras, lihat tabel 12. Dengandemikian diperlukan upaya untuk mendiversifikasikan konsumsi pangan dengan sumber karbohidrat non beras dan pangan sumber protein, menganekaragamkan kualitas konsumsi pangan dengan menurunkan konsumsi beras per kapita, selain mengembangkan industri dan bisnis pangan yang lebih beragam.


Strategi dan Kebijakan Ketahanan Pangan
Kebijakan pangan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996, dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 mengenai ketahanan pangan, yang secara garis besar mengatur:

Ketersediaan pangan Dilakukan dengan pengembangan system produksi, efisiensi sistem usaha pangan,teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan
lahan produktif.

Cadangan pangan nasional Berasal dari cadangan pangan masyarakat dan cadangan pemerintah (dari tingkat desa, kabupaten/kota, propinsi sampai pemerintah pusat). Selanjutnya cadangan masyarakat dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan atau perorangan.

Penganekaragaman pangan Konsumsi pangan yang beraneka ragam dengan prinsip gizi yang seimbang.

Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan Suatu langkah antisipatif untuk menghindari
terjadinya masalah pangan (kelebihan/ kekurangan pangan dan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan).

Peran pemerintah daerah dan masyarakat Pemerintah daerah melaksanakan jakan ketahanan pangan di wilayahnya masingmasing melalui pemberian informasi dan pendidikan, meningkatkan motivasi
masyarakat dan kemandirian rumah tangga dalam meningkatkan ketahanan pangan. Selanjutnya peran masyarakat dalam ketahanan pangan dilakukan melalui kegiatan produksi, perdagangan dan distribusi pangan, serta cadangan pangan.

Pengembangan sumber daya manusia dan kerjasama internasional Pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan/ pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu dan teknologi di bidang pangan, serta penyuluhan pangan. Kerjasama internasional meliputi bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan; cadangan pangan; pencegahan dan penanggulangan masalah pangan; serta riset dan teknologi pangan.

Badan Ketahanan Pangan menyusun kebijakan umum mengenai ketahanan pangan yang arahnya adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumber daya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatan dan mengentaskan dari kemiskinan.

1. Kebijakan Umum
Substansi kebijakan umum ketahanan pangan terdiri dari 14 elemen penting, yang tersusun dalam rencana aksi pangan periode 2006-2009, yang diharapkan menjadi panduan pelaksanaan kebijakan umum di tingkat lapangan, yaitu para pelaksana dan para stakeholders ketahanan pangan yang meliputi
lembaga pemerintah, swasta, BUMN, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan kalangan masyarakat umum. Rencana aksi tersebut tertuang dalam kegiatan operasional yang disusun dalam bentuk matriks, memuat tujuan kebijakan, dimana masingmasing tujuan tersebut memuat kegiatan,
instansi sebagai penanggungjawab, dan indikator keberhasilan. Secara garis besar disajikan dalam tulisan ini adalah tujuan kebijakan dan kegiatan pada setiap tujuan, sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan):



a. Tujuan Kebijakan: Menjamin ketersediaan pangan

Pengembangan lahan abadi 15 juta ha lahan sawah beririgasi dan 15 juta ha lahan kering.
Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan.
Pelestarian sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai.
Pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul, dan alsintan.
Pengaturan pasokan gas untuk memproduksi pupuk.
Pengembangan skim permodalan bagi petani/nelayan.
Peningkatan produksi dan produktivitas (perbaikan genetik dan teknologi budidaya).
Pencapaian swasembada lima komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, tebu, daging sapi).
Penyediaan insentif investasi di bidang pangan termasuk industri gula, peternakan dan perikanan.
Penguatan penyuluhan petani/nelayan
dan kemitraan.

b. Tujuan Kebijakan: Menata pertanahan dan tata ruang serta wilayah
Pengembangan reforma agraria.
Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah.
Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan.
Pengenaan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur dan yang mentelantarkan lahan pertanian.

c. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan cadangan pangan
Pengembangan cadangan pangan pemerintah (nasional, daerah dan desa).
Pengembangan lumbung pangan masyarakat.

d. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan sistem distribusi pangan yang adil dan efisien
Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi.
Penghapusan retribusi produk pertanian dan perikanan.
Pemberian subsidi transpotasi bagi daerah yang sangat rawan pangan dan daerah terpencil
Pengawasan sistem persaingan perdagangan yang tidak sehat.

e. Tujuan Kebijakan: Menjaga stabilitas harga pangan
Pemantauan harga pangan pokok secara berkala untuk mencegah jatuhnya harga gabah/beras dibawah HPP.
Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan.

f. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan
Peningkatan efektivitas program raskin.

g. Tujuan Kebijakan: Melakukan diversifikasi pangan
Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dengan gizi seimbang.
Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS).
Pengembangan teknologi pangan.
Diversifikasi usahatani dan pengembangan pangan lokal.

h. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan mutu dan keamanan pangan
Pengembangan dan penerapan system mutu pada proses produksi olahan dan perdagangan pangan.
Peningkatan kesadaran mutu dan keamanan pangan bagi konsumen.
Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan.


i. Tujuan Kebijakan: Mencegah dan menangani keadaan rawan pangan

Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan.
Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan bimbingan sosial dengan menyempurnakan
sistem komunikasi,informasi dan edukasi (KIE).
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga.

j. Tujuan Kebijakan: Memfasilitasi penelitian dan pengembangan

Alokasi anggaran negara yang memadai untuk penelitian dan pengembangan.
Peningkatan kerjasama dan kemitraan antara lembaga penelitian.

k. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan peran serta masyarakat

Pemberian penghargaan bagi masyarakat yang berjasa pada pembangunan ketahanan pangan dan gizi.

l. Tujuan Kebijakan: Melaksanakan kerjasama internasional

Penanggulangan kerjasama internasional dalam melawan kelaparan dan kemiskinan.
Perbaikan kinerja diplomasi ekonomi, sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan pangan.

m. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan sumber daya manusia

Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan.
Pemberian muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal dan non formal.
Pemberian jaminan pendidikan dasar dan menengah, khususnya bagi perempuan dan anak-anak di pedesaan.

n. Tujuan Kebijakan: Kebijakan makro dan perdagangan yang kondusif

Kebijakan fiskal yang memberikan insentif dan keringanan pajak bagi usaha pertanian dan bisnis pangan.
Alokasi APBN dan APBD yang memadai bagi pengembangan sektor pertanian dan pangan.
Kebijakan perdagangan yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian strategis.

2. Arah dan Strategi Kebijakan
Arah dari pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai sasaran tingkat mikro (tingkat rumah tangga/individu) dan tingkat makro (nasional). Sasaran diindikatorkan sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan):

a. Tingkat Mikro (rumah tangga)

Tertanganinya secara cepat penduduk yang mengalami rawan pangantransien di daerah karena bencana alam dan bencana nasional
Meningkatnya rata-rata penguasaan lahan petani.

b. Tingkat Makro (nasional)
Meningkatnya kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Meningkatnya jangkauan jaringan distribusi dan pemasaran pangan yang berkeadilan ke seluruh daerah bagi produsen dan konsumen.
Meningkatnya kemampuan pemerintah dalam mengenali, mengantisipasi, dan menangani secara dini, serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan gizi.


Strategi pelaksanaan kebijakan umum

Menuju kepada sasaran dilakukan melalui jalur ganda (twin-track strategy) (Badan
Ketahanan Pangan):
Membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan.
Memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian bantan langsung agar tidak semakin terpuruk, serta pemberdayaan agar mereka semakin mampu mewujudkan ketahanan pangannya secara mandiri.

Kedua strategi ini dijalankan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yaitu pemerintah, masyarakat termasuk LSM, organisasi profesi, organisasi massa, organisasi sosial, koperasi dan pelaku usaha. Pemerintah menandaskan bahwa kebijakan ketahanan pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan melalui peningkatan kapital dan kapasitas rumah tangga agar mampu memproduksi,
mengolah dan memasarkan produk pangan, serta mampu memasuki pasar tenaga kerja dan memberikan kesempatan berusaha guna meningkatkan pendapatan rumah tangga.



BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Permasalahan sehubungan dengan ketahanannpangan adalah penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan. Penyediaan dihadapkan pada semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Distribusi dihadapkan pada permasalahan prasarana dsitribusi darat dan antar pulau, kelembagaan dan keamanan jalur distribusi, serta bervariasinya kapasitas produksi antar wilayah dan antar musim. Permasalahan konsumsi adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energy (meskipun konsumsi protein sudah mencukupi), serta konsumsi energi yang sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke beras. Arah kebijakan umum ketahanan pangan adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumber daya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatann dan mengentaskan dari kemiskinan. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut dilakukan melalui pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan, serta pemenuhan pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan.

Dengan arah kebijakan tersebut, maka ketahanan pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. Dalam rangka memupuk cadangan pangan masyarakat, maka perlu untuk menumbuhkan lumbung desa atau meningkatkan fungsi lumbung desa yang telah ada, apalagi bila dilakukan pada desa mandiri pangan yang telah dirintis oleh pemerintah.  Keberadaan lumbung pangan diarahkan menuju lumbung desa sebagai sarana untuk pemupukan cadangan pangan masyarakat yang fungsinya adalah mewujudkan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu










DAFTAR PUSTAKA

mesp.fe.uns.ac.id/media/Ketahanan%20Pangan%202008.pdf



unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/Mediagro/article/download/881/993

mesp.fe.uns.ac.id/media/Ketahanan%20Pangan%202008.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar