BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pangan
merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7
tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara
masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang
cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau
oleh daya beli mereka. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan
Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan
pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem
usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan
prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke
seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem
distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi
pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping
itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan
memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan
juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan
sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan,
penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan
di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam
bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan
dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan. Dari uraian
di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak
sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan
tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor
lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat
(termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan
pangan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
ketahanan pangan?
2. Bagaimana tujuan dari pembangunan
ketahanan pangan?
3. Bagaimana strategi dalam upaya
pembangunan ketahanan pangan?
4. Apa saja sub sistem ketahanan
pangan?
5. Aspek-aspek apa saja yang
berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan?
6. Bagaimana program dalam upaya
ketahanan pangan?
BAB
II
TELAAH
LITERATUR
1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996
tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut,
tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami
sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi
ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas,
mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi
kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi
aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman
untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,
diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada
setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan
kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan
harga yang terjangkau.
2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO,
1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga
atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup
sehat.
3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi
diatas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya
setempat.
4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan
adalah: akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk
kehidupan yang sehat dan aktif.
5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah
kondisi ketika: “setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol
atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan
sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian
kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran
maupun klaim).
6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability
Information and Mapping Systems, 2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi
ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki
akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi
kehidupan yang aktif dan sehat.
7.
Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan
ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah
tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu
kewaktu agar dapat hidup sehat.
Ketahanan
pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin
seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,
aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis
pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur
ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap
impor (Litbang Deptan, 2005).
BAB III
PEMBAHASAN
Undang-undang
No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai : kondisi
terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu
tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya
kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan
aktif. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan
suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup,
mutu yang layak, aman; dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan
berbasis pada keragaman sumber daya lokal.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari
subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan
berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem
distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien
untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah
dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan
subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Ketahanan Pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena
berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu
negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu
mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat mewujudkan
ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhannya
yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan
yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa. Indonesia sebagai
negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam dan sosial budaya yang
beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan ketahanan
pangan. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada
sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan harus
dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan pangan. Dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara
aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk
meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional. Oleh
karena ketahanan pangan tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka
harus secara jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan
pangan. Penyediaan pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
tangga yang terus terus berkembang dari waktu ke waktu.
Untuk mewujudkan
penyediaan pangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi,
efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana
produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Sumber penyediaan pangan diwujudkan berasal dari produksi dalam negeri,
cadangan pangan dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila
produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan
konsumsi dalam negeri. Pemerataan ketersediaan pangan memerlukan
pendistribusian pangan keseluruh wilayah bahkan sampai rumah tangga. Oleh sebab
itu perwujudan distribusi pangan memerlukan suatu pengembangan transportasi
darat, laut dan udara yang sistemnya melalui pengelolaan pada peningkatan
keamanan terhadap pendistribusian pangan. Cadangan pangan nasional
diwujudkan dengan cadangan pangan masyarakat dan cadangan pangan pemerintah.
Cadangan pangan pemerintah dibatasi pada pangan tertentu yang bersifat pokok,
karena tidak mungkin pemerintah mencadangkan semua pangan yang dibutuhkan
masyarakat. Cadangan pangan pemerintah terdiri dari cadangan pangan
Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Propinsi, dan
Pemerintah Pusat yang perwujudannya memerlukan inventarisasi cadangan
pangan, memperkirakan kekurangan pangan dan keadaaan darurat, sehingga
penyelenggaraan pengadaan dalam pengelolaan cadangan pangan dapat berhasil
dengan baik. Cadangan pangan pemerintah dilakukan untuk menanggulangi masalah
pangan dan disalurkan dalam bentuk mekanisme yang disesuaikan dengan
kondisi wilayah dan rumah tangga. Namun penyaluran tersebut dilakukan dengan
tidak merugikan kepentingan masyarakat konsumen dan produsen. Peran dan
tanggung jawab masyarakat dalam hal cadangan pangan dilakukan oleh lembaga
swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan/atau
perorangan.
Penganekaragaman
pangan merupakan suatu hal yang harus ditingkatkan keanekaragaman pangannya,
sejalan dengan teknologi pengolahan, yang bertujuan menciptakan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan perlu dilakukan
perencanaan dan pelaksanaan program dan analisis serta evaluasi terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan. Pencegahan masalah pangan
dimaksudkan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya masalah
pangan. Dalam hal penanggulangan masalah pangan harus terlebih dahulu diketahui
secara dini tentang kelebihan pangan, kekurangan pangan dan ketidakmampuan
rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, penanggulangan
masalah pangan kegiatannya antara lain pengeluaran pangan apabila terjadi
kelebihan pangan, peningkatan produksi dan/atau pemasukan pangan apabila
terjadi kekurangan pangan. Selain dari pada itu, penyaluran pangan secara
khusus diutamakan bagi ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
pangan, dan memberikan bantuan pangan kepada penduduk miskin. Ketentuan
pengendalian harga khususnya terhadap pangan tertentu yang bersifat pokok
bertujuan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang berakibat resahnya
masyarakat seperti keadaan darurat yang meliputi bencana alam, konflik sosial
dan paceklik yang berkepanjangan. Dengan demikian pengendalian harga pangan
harus mengetahui mekanisme pasar atau adanya intervensi pasar dengan cara
mengelola dan memelihara cadangan pangan pemerintah, mengatur dan mengelola
pasokan pangan, mengatur kelancaran distribusi pangan dan menetapkan kebijakan
pajak dan/atau tarif.
Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa melaksanakan
kebijakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan
pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
Disamping itu, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau
Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam ketahanan pangan
dengan cara memberikan informasi dan pendidikan, membantu kelancaran,
meningkatkan motivasi masyarakat serta meningkatkan kemandirian rumah tangga
dalam meningkatkan ketahanan pangan. Dalam mewujudkan ketahanan pangan,
masyarakat mempunyai peran yang luas misalnya melaksanakan produksi,
perdagangan dan distribusi pangan, menyelenggarakan cadangan pangan serta
melakukan pencegahan dan penanggu-langan masalah pangan. Ketahanan pangan
diwujudkan pula melalui pengembangan sumber daya manusia dan kerjasama
internasional. Selanjutnya untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan
perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan yang dilakukan
dengan berkoordinasi dengan Dewan Ketahanan Pangan.
Sistem Ketahanan Pangan
Secara umum,
ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency), akses (access),
keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty , 2004). Dengan
adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem,
yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan
stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan
memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang
terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem
ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan
pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan
ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan
sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang
tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu
kewaktu. Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses
peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan.
Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang
cukup.
Faktor-faktor
Utama Ketahanan Pangan di Indonesia
1) Lahan
Menurut berita di Kompas, lahan sawah di
Indonesia hanya 4,5% dari total luasan daratan. Sekitar 8,5% merupakan tanah
perkrbunan, 7,8% lahan kering, 13% dalam bentuk rumah, tegalan dan ilalang,
serta 63% merupakan kawasan hutan.
Menurut BPS, pada tahun 2030 kebutuhan beras di
Indonesia mencapai 59 juta ton. Karena luas tanam padi pada tahun 2007 hanya
sekitar 11,6, maka untuk mendukung kebutuhan beras tersebut diperlukan tambahan
luas tanam baru 11,8 juta ha.
Keterbatasan lahan pertanian, khususnya untuk
komoditas-komoditas pangan memang sudah merupakan salah satu persoalan serius
dalam kaitannya dengan ketahanan pangan di Indonesia selama ini.
2) Infrastruktur
Irigasi (termasuk waduk dalam sumber air)
merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan
irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas,
dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama
tanaman pangan, secara signifikan.
3) Teknologi dan
Sumber Daya Manusia
Teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM), bukan
hanya jumlah tetapi juga kualitas, sangat menentukan keberhasilan Indonesia
dalam mencapai ketahanan pangan. Bahkan dapat dipastikan bahwa pemakaian
teknologi dan input-input modern tidak akan menghasilkan output yang optimal
apabila kualitas petani dalam arti pengetahuan atau wawasannya mengenai
teknologi pertanian, pemasaran, standar kualitas, dan lain-lain rendah.
Lagipula, teknologi dan SDM adalah dua faktor
produksi yang sifatnya komplementer dan ini berlaku di semua sektor, termasuk
pertanian.
4) Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian
lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung
adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak, yang digunakan oleh
petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan
Jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan
pabrik yang membuat input-input lainnya serta alat-alat transportasi dan
komunikasi.
5) Modal
Penyebab lainnya yang membuat rapuhnya ketahanan
pangan di Indonesia adalah keterbtasan dana. Diantara sektor-sektor ekonomi,
pertanian yang selalu paling sedikit mendapatkan kredit dari perbankan (dan
juga dana investasi) di Indonesia. Bahkan kekurangan modal juga menjadi
penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri.
6) Cuaca
Tidak diragukan bahwa pemanasan global
turut berperan dalam menyebabkan krisis pangan, termasuk di Indonesia, karena
pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin
kacau. Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan
menjadi sulit diprediksi secara baik (Arifin, 2008).
Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan
sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang
menyebabkan musim kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di
Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat
memerlukan air yang sangat tidak sedikit (Samhadi, 2007).
Permasalahan
dalam Ketahanan Pangan
Permasalahan
secara umum mengenai ketahanan pangan adalah jumlah penduduk yang besar dengan
pertumbuhan penduduk yang positif. Dengan demikian permintaan pangan masih akan
meningkat. Peningkatan permintaan pangan juga didorong oleh peningkatan
pendapatan, kesadaran akan kesehatan dan pergeseran pola makan karena pengaruh
globalisasi, serta ragam aktivitas masyarakat. Di sisi lain, ketersediaan
sumber daya lahan semakin berkurang, karena tekanan penduduk serta persaingan
pemanfaatan lahan antara sektor pangan dengan sektor non pangan. Secara
spesifik, permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan,
distribusi, dan konsumsi pangan.
1. Penyediaan
Pangan Penyediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri
dihadapkan pada masalah pokok yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas
produksi. Desakan
peningkatan
penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan:
(1) terjadinya konversi
lahan pertanian ke non pertanian,
(2) menurunnya
kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan,
(3) semakin terbatas
dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi akibat kerusakan hutan,
(4) rusaknya
sekitar 30 persen prasarana pengairan, dan
(5) persaingan
pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan pemukiman (Nainggolan,
2006).
Secara rinci
faktor penyebab terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dapat dikelompokkan
dalam faktor teknis dan social ekonomi sebagai berikut:
a. Faktor
teknis:
􀂃Berkurangnya
lahan pertanian karena alih lahan pertanian ke non pertanian, yang diperkirakan
laju peningkatannya 1%/tahun.
􀂃Produktifitas
pertanian yang relative rendah dan tidak meningkat.
􀂃Teknologi
produksi yang belum efektif dan efisien.
􀂃Infrastruktur
pertanian (irigasi) yang tidak bertambah dan kemampuannya semakin menurun.
􀂃Tingginya
proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
􀂃Kegagalan
produksi karena faktor iklim yang berdampak pada musimkering dan banjir.
b. Faktor
sosial-ekonomi:
􀂃Penyediaan
sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
􀂃Sulitnya
mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya
jumlah petani (21 juta rumah tangga tani) dengan lahan produksi yang semakin
sempit dan terfragmentasi (laju 0,5 persen/tahun).
􀂃Tidak
adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah
kecuali beras.
􀂃Tataniaga
produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tariff impor yang
melindungi kepentingan petani.
􀂃Terbatasnya
devisa untuk impor pangan.
2. Distribusi
Pangan
Distribusi pangan
adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari point of production (petani
produsen) kepada point of consumption (konsumen akhir). Distribusi tidak
hanya menyangkut distribusi pangan di dalam negeri namun juga menyangkut
perdagangan internasional dalam suatu sistem harga yang
terintegrasi
secara tepat (Soetrisno, 2005). Dengan demikian perlu dibuat pola distribusi pangan
yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang
cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Permasalahan dalam distribusi
pangan (Nainggolan, 2006):
Prasarana distribusi
darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah konsumen
belum memadai, sehingga wilayah terpencil masih mengalami keterbatasan pasokan
pangan pada waktu-waktu tertentu. Keadaan ini menghambat aksesibilitas masyarakat terhadap pangan,
baik secara fisik, namun juga secara ekonomi, karena kelangkaan pasokan akan
memicu kenaikan harga
dan mengurangi
daya beli masyarakat.
Kelembagaan
pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga kestabilan distribusi
maupun harga pangan. Pada masa panen, pasokan pangan berlimpah ke pasar
sehingga menekan
harga produk
pertanian dan mengurangi keuntungan usahatani. Sebaliknya pada masa paceklik
atau masa dimana panen tidak berhasil, harga meningkat dengan tajam, sehingga
mengurangi aksesibilitas
masyarakat
terhadap pangan.
Bervariasinya
kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam
mengelola system distribusi pangan, agar pangan tersedia sepanjang waktu di
seluruh wilayah
konsumen.
Keamanan jalur
distribusi dan adanya pungutan sepanjang jalur distribusi dan pemasaran,
mengakibatkan biaya distribusi yang tinggi pada berbagai produk pangan.
3. Konsumsi
Pangan
Permasalahan
mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan,
karena belum tercukupinya konsumsi energi (meskipun konsumsi protein sudah
mencukupi). Konsumsi energi penduduk Indonesia masih lebih rendah dari yang direkomendasikan
WKNPG VIII. Permasalahan selanjutnya adalah mengenai konsumsi energi yang sebagian
besar dari padi-padian, dan bias ke beras, lihat tabel 12. Dengandemikian
diperlukan upaya untuk mendiversifikasikan konsumsi pangan dengan sumber karbohidrat
non beras dan pangan sumber protein, menganekaragamkan kualitas konsumsi pangan
dengan menurunkan konsumsi beras per kapita, selain mengembangkan industri dan
bisnis pangan yang lebih beragam.
Strategi dan
Kebijakan Ketahanan Pangan
Kebijakan pangan
pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996, dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 mengenai ketahanan pangan, yang
secara garis besar mengatur:
Ketersediaan
pangan Dilakukan dengan pengembangan system produksi, efisiensi sistem usaha
pangan,teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan
lahan produktif.
Cadangan
pangan nasional Berasal dari cadangan pangan masyarakat dan cadangan pemerintah
(dari tingkat desa, kabupaten/kota, propinsi sampai pemerintah pusat).
Selanjutnya cadangan masyarakat dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat,
organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan atau perorangan.
Penganekaragaman
pangan Konsumsi pangan yang beraneka ragam dengan prinsip gizi yang seimbang.
Pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan Suatu langkah antisipatif untuk menghindari
terjadinya
masalah pangan (kelebihan/ kekurangan pangan dan kemampuan rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan).
Peran pemerintah
daerah dan masyarakat Pemerintah daerah melaksanakan jakan ketahanan pangan di
wilayahnya masingmasing melalui pemberian informasi dan pendidikan,
meningkatkan motivasi
masyarakat dan
kemandirian rumah tangga dalam meningkatkan ketahanan pangan. Selanjutnya peran
masyarakat dalam ketahanan pangan dilakukan melalui kegiatan produksi,
perdagangan dan distribusi pangan, serta cadangan pangan.
Pengembangan
sumber daya manusia dan kerjasama internasional Pengembangan sumber daya
manusia dilakukan melalui pendidikan/ pelatihan di bidang pangan,
penyebarluasan ilmu dan teknologi di bidang pangan, serta penyuluhan pangan. Kerjasama
internasional meliputi bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan;
cadangan pangan; pencegahan dan penanggulangan masalah pangan; serta riset dan
teknologi pangan.
Badan
Ketahanan Pangan menyusun kebijakan umum mengenai ketahanan pangan yang arahnya
adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi
pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah
tangga, daerah dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumber
daya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi
kerakyatan dan mengentaskan dari kemiskinan.
1. Kebijakan
Umum
Substansi kebijakan
umum ketahanan pangan terdiri dari 14 elemen penting, yang tersusun dalam rencana
aksi pangan periode 2006-2009, yang diharapkan menjadi panduan pelaksanaan
kebijakan umum di tingkat lapangan, yaitu para pelaksana dan para stakeholders
ketahanan pangan yang meliputi
lembaga pemerintah,
swasta, BUMN, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan kalangan
masyarakat umum. Rencana aksi tersebut tertuang dalam kegiatan operasional yang
disusun dalam bentuk matriks, memuat tujuan kebijakan, dimana masingmasing tujuan
tersebut memuat kegiatan,
instansi sebagai
penanggungjawab, dan indikator keberhasilan. Secara garis besar disajikan dalam
tulisan ini adalah tujuan kebijakan dan kegiatan pada setiap tujuan, sebagai
berikut (Badan Ketahanan Pangan):
a. Tujuan
Kebijakan: Menjamin ketersediaan pangan
Pengembangan
lahan abadi 15 juta ha lahan sawah beririgasi dan 15 juta ha lahan kering.
Pengembangan
konservasi dan rehabilitasi lahan.
Pelestarian
sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai.
Pengembangan
dan penyediaan benih, bibit unggul, dan alsintan.
Pengaturan
pasokan gas untuk memproduksi pupuk.
Pengembangan
skim permodalan bagi petani/nelayan.
Peningkatan
produksi dan produktivitas (perbaikan genetik dan teknologi budidaya).
Pencapaian
swasembada lima komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, tebu, daging sapi).
Penyediaan
insentif investasi di bidang pangan termasuk industri gula, peternakan dan
perikanan.
Penguatan
penyuluhan petani/nelayan
dan kemitraan.
b. Tujuan
Kebijakan: Menata pertanahan dan tata ruang serta wilayah
Pengembangan
reforma agraria.
Penyusunan
tata ruang daerah dan wilayah.
Perbaikan
administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan.
Pengenaan
sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur dan yang
mentelantarkan lahan pertanian.
c. Tujuan
Kebijakan: Mengembangkan cadangan pangan
Pengembangan
cadangan pangan pemerintah (nasional, daerah dan desa).
Pengembangan
lumbung pangan masyarakat.
d. Tujuan
Kebijakan: Mengembangkan sistem distribusi pangan yang adil dan efisien
Pembangunan
dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi.
Penghapusan
retribusi produk pertanian dan perikanan.
Pemberian
subsidi transpotasi bagi daerah yang sangat rawan pangan dan daerah terpencil
Pengawasan
sistem persaingan perdagangan yang tidak sehat.
e. Tujuan
Kebijakan: Menjaga stabilitas harga pangan
Pemantauan
harga pangan pokok secara berkala untuk mencegah jatuhnya harga gabah/beras
dibawah HPP.
Pengelolaan
pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan.
f. Tujuan
Kebijakan: Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan Pemberdayaan
masyarakat miskin dan rawan pangan
Peningkatan
efektivitas program raskin.
g. Tujuan
Kebijakan: Melakukan diversifikasi pangan
Peningkatan
diversifikasi konsumsi pangan dengan gizi seimbang.
Pemberian
makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS).
Pengembangan
teknologi pangan.
Diversifikasi
usahatani dan pengembangan pangan lokal.
h. Tujuan
Kebijakan: Meningkatkan mutu dan keamanan pangan
Pengembangan
dan penerapan system mutu pada proses produksi olahan dan perdagangan pangan.
Peningkatan
kesadaran mutu dan keamanan pangan bagi konsumen.
Pencegahan
dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan.
i. Tujuan
Kebijakan: Mencegah dan menangani keadaan rawan pangan
Pengembangan
isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan.
Peningkatan
keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan bimbingan sosial dengan
menyempurnakan
sistem komunikasi,informasi
dan edukasi (KIE).
Pemanfaatan
lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga.
j. Tujuan
Kebijakan: Memfasilitasi penelitian dan pengembangan
Alokasi
anggaran negara yang memadai untuk penelitian dan pengembangan.
Peningkatan
kerjasama dan kemitraan antara lembaga penelitian.
k. Tujuan
Kebijakan: Meningkatkan peran serta masyarakat
Pemberian
penghargaan bagi masyarakat yang berjasa pada pembangunan ketahanan pangan dan
gizi.
l. Tujuan
Kebijakan: Melaksanakan kerjasama internasional
Penanggulangan
kerjasama internasional dalam melawan kelaparan dan kemiskinan.
Perbaikan
kinerja diplomasi ekonomi, sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan.
m. Tujuan
Kebijakan: Mengembangkan sumber daya manusia
Perbaikan
program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan.
Pemberian
muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal dan non formal.
Pemberian
jaminan pendidikan dasar dan menengah, khususnya bagi perempuan dan anak-anak
di pedesaan.
n. Tujuan Kebijakan:
Kebijakan makro dan perdagangan yang kondusif
Kebijakan
fiskal yang memberikan insentif dan keringanan pajak bagi usaha pertanian dan
bisnis pangan.
Alokasi APBN
dan APBD yang memadai bagi pengembangan sektor pertanian dan pangan.
Kebijakan perdagangan
yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian strategis.
2. Arah dan Strategi Kebijakan
Arah dari
pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai sasaran tingkat mikro (tingkat rumah
tangga/individu) dan tingkat makro (nasional). Sasaran diindikatorkan sebagai
berikut (Badan Ketahanan Pangan):
a. Tingkat Mikro
(rumah tangga)
Tertanganinya
secara cepat penduduk yang mengalami rawan pangantransien di daerah karena bencana
alam dan bencana nasional
Meningkatnya
rata-rata penguasaan lahan petani.
b. Tingkat Makro
(nasional)
Meningkatnya
kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Meningkatnya
jangkauan jaringan distribusi dan pemasaran pangan yang berkeadilan ke seluruh
daerah bagi produsen dan konsumen.
Meningkatnya
kemampuan pemerintah dalam mengenali, mengantisipasi, dan menangani secara
dini, serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan
gizi.
Strategi pelaksanaan kebijakan umum
Menuju kepada
sasaran dilakukan melalui jalur ganda (twin-track strategy) (Badan
Ketahanan
Pangan):
Membangun
ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan
pendapatan.
Memenuhi
pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian
bantan langsung agar tidak semakin terpuruk, serta pemberdayaan agar mereka
semakin mampu mewujudkan ketahanan pangannya secara mandiri.
Kedua
strategi ini dijalankan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yaitu pemerintah,
masyarakat termasuk LSM, organisasi profesi, organisasi massa, organisasi sosial,
koperasi dan pelaku usaha. Pemerintah menandaskan bahwa kebijakan ketahanan
pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah tangga dan masyarakat agar mampu
menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah
pangan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan melalui
peningkatan kapital dan kapasitas rumah tangga agar mampu memproduksi,
mengolah dan
memasarkan produk pangan, serta mampu memasuki pasar tenaga kerja dan memberikan
kesempatan berusaha guna meningkatkan pendapatan rumah tangga.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Permasalahan
sehubungan dengan ketahanannpangan adalah penyediaan, distribusi dan konsumsi
pangan. Penyediaan dihadapkan pada semakin terbatas dan menurunnya kapasitas
produksi. Distribusi dihadapkan pada permasalahan prasarana dsitribusi darat
dan antar pulau, kelembagaan dan keamanan jalur distribusi, serta bervariasinya
kapasitas produksi antar wilayah dan antar musim. Permasalahan konsumsi adalah
belum terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energy
(meskipun konsumsi protein sudah mencukupi), serta konsumsi energi yang
sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke beras. Arah kebijakan umum
ketahanan pangan adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin
ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang
pada tingkat rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang waktu dan merata
melalui pemanfaatan sumber daya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan
peluang pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatann dan mengentaskan dari
kemiskinan. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut dilakukan melalui
pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan, serta pemenuhan pangan
bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan.
Dengan arah
kebijakan tersebut, maka ketahanan pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah
tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan
ketahanan pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang dihadapi. Dalam
rangka memupuk cadangan pangan masyarakat, maka perlu untuk menumbuhkan lumbung
desa atau meningkatkan fungsi lumbung desa yang telah ada, apalagi bila
dilakukan pada desa mandiri pangan yang telah dirintis oleh pemerintah. Keberadaan lumbung pangan diarahkan menuju lumbung
desa sebagai sarana untuk pemupukan cadangan pangan masyarakat yang fungsinya adalah
mewujudkan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu
DAFTAR PUSTAKA
mesp.fe.uns.ac.id/media/Ketahanan%20Pangan%202008.pdf
unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/Mediagro/article/download/881/993
mesp.fe.uns.ac.id/media/Ketahanan%20Pangan%202008.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar