Selasa, 07 Juni 2016

Arah Kebijakan Ekonomi dalam Perdagangan Internasional dan Investasi Rill


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
         Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki system perekonomian terbuka, yang memungkinkan kondisi perekonomiannya mendapat pengaruh dari luar negeri selain pengaruh dari dalam negeri itu sendiri. Gejolak–gejolak yang terjadi di dunia internasional berupa perubahan tingkat harga, tingkat suku bunga, maupun nilai tukar dan inflasi akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian. Karena itu tingginya suku bunga perbankan menyusul tingkat inflasi yang tinggi akibatnya pertumbuhan ekonomi melambat. Guna menggenjot pertumbuhan ekonomi di butuhkan investasi. Modal asing mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh suatu negara terbelakang dalam proses pembangunan. Untuk mempecepat derap pembangunan ia perlu mengimpor barang – barang modal, komponen, barang mentah, kecakapan tehnik dan lain–lain. Selain itu, keperluan impornya akan bahan meningkat secara cepat karena tekanan penduduk.
Tetapi ekspor ke negara–negara maju menjadi terhenti atau mempunyai kecenderungan menurun. Kesenjangan antara impor dan ekspor menimbulkan kesulitan neraca pembayaran. Selanjutnya, ada kebutuhan untuk menambah devisa untuk membayar utang luar negeri. Ini menimbulkan problem neraca pembayaran yang sekali lagi dapat diselesikan dengan mengimpor modal. Atau dengan kata lain pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi..


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdagangan Internasional dan Investasi rill?
2. Apa saja kebijakan ekonomi dalam perdagangan internasional dan investasi rill?





BAB II
Telaah Literatur

    Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan. Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.

Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan. 


Ada beberapa model perdagangan internasional diantaranya:

A.    Model Ricardian
        Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.

B.     Model Heckscher-Ohlin
        Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.

Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan
menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal. 

 C.    Faktor Spesifik
      Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.


D.    Model Gravitasi
        Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.

                                                  BAB III
Pembahasan
Perdangangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan negara suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. 

1.      Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

2.      Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

3.      Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

4. Transfer teknologi modern 
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
1.      Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2.        Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3.        Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4.        Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5.       Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6.      Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7.      Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
8.       Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.



Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional


Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dan WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.

Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya. Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut. Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

Sistem perekonomian

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut.

Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.

Ada beberapa macam sisitem perekonomian yaitu:

 
Perekonomian terencana

Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme. Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara; Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya sendiri.

1.       Perekonomian pasar
Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan liberalisme untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.

2.        Perekonomian pasar campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana, bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta.

 Peranan Perdagangan Internasional dalam Perekonomian
 1. Efek Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.

Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).

2.  Efek Terhadap Produksi

Pedagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1.      Spesialisasi produksi.
2.      Kenaikan “investasi surplus”
3.      “Vent for Surplus”.
4.      Kenaikan produktivitas.
 

        3. Spesialisasi
Perdagagangan internasional mendorong masing-masing Negara kea rah spesialisasi dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.



Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini adalah: 
 a.       Ketidakstabilan pasar luar negeri 
    Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh. Lain halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknnya haga barang-barang lain. Inilah pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan. 
b.      Keamanan nasional 
   Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya. Meskipun karet adalah cabang produksi dimana negara tersebut memiliki keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPFnya semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dari manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin. 
c.      Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”. Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan

Kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga komoditas di pasar
dunia.
 Perubahan harga dari suatu komoditas di pasar dunia bisa berpengaruh negatif atau positif terhadap Indonesia, terutama dalam bentuk perubahan biaya produksi atau inflasi. Demi menjaga stabilitas harga pasar domestik akibat perubahan harga suatu komoditas di pasar dunia, pemerintah memiliki sejumlah strategi atau instrumen untuk digunakan. Misalnya dalam kasus minyak goreng sejak 1 Februari 2008 pemerintah menanggung Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10% untuk minyak goreng yang dijual di dalam negeri, baik curah maupun kemasan. Kebijakan ini sudah berjalan cukup baik, yakni berhasil meredam kenaikan harga minyak goreng karena harga CPO di pasar internasional naik.Sedangkan untuk komoditas-komoditas impor yang merupakan bahan baku utama bagi sejumlah industri dalam negeri, pemerintah menggunakan tarif bea masuk (BM) sebagai instrumennya. Misalnya, pada bulan Januari 2008 Departemen PLN RI menurunkan tariff BM kedelai dari 10% menjadi 0%. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi makanan berbasis kedelai (seperti kecap, tauco, susu kedelai, keripik kedelai, dll) akibat lonjakan harga kedelai di pasar dunia. Kebijakan ini bersifat sementara hingga harga kedelai di pasar dunia kembali normal.
Kebijakan pemerintah yang terakhir pemerintah mengenai pengaturan harga ekspor adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No.26/M-DAG/Per/7/2008 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas barang ekspor tertentu, yakni kelapa sawit dan produk-produknya (seperti CPO dan produk-produk turunannya) kayu, rotan dan kulit.


INVESTASI RIIL

Dalam kawasan ASEAN, Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara utama ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Singapura khususnya dalam menarik PMA dari luar ASEAN. Ini merupakan masalah serius bagi Indonesia, karena dalam penerapan AFTA Indonesia juga sekarang ini menghadapi tantangan sebagai negara tujuan investasi ASEAN.
Dalam kajian kebijakan investasi riil dibahas 4 isu besar, yakni :
            1)  Kebijakan perbaikan iklim investasi dan UU Penanaman Modal No.25/2007.
Sebenarnya pemerintah telah banyak berupaya meningkatkan investasi riil di Indonesia. Terakhir adalah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi 2008-2009 tertuang dalam Inpres No. 5 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009. Paket ini memuat berbagai kebijakan ekonomi yang dikelompokkan dalam 8 bidang, yakni kebijakan perbaikan iklim investasi, kebijakan ekonomi makro dan keuangan, kebijakan ketahanan energy, dan kebijakan sumber daya alam, lingkungan, dan pertanian.
Dari program dalam paket kebijakan investasi tersebut, salah satu yang menjadi program adalah pembentukan perusahaan dan izin usaha. Masalah pelayanan perizinan selama beberapa tahun belakang ini sering dikeluhkan oleh pengusaha, karena sebelum dan sesudah otonomi daerah membawa implikasi pada pungutan yang lebih besar dari biaya resmi, sehingga menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Untuk menggairahkan kegiatan investasi dan pelayanan investasi, pemerintah menawarkan konsep pelayanan satu atap, dengan dikeluarkannya Keppres No. 29 Tahun 2003. Lahirnya Keppres ini dilatarbelakangi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi riil di dalam negeri mencapai klimaksnya pada saat UU Penanaman Modal No. 25/2007. Dalam pasal 4-nya pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :
-    Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.
-     Mempercepat peningkatan penanaman modal.
dalam mengindentifikasi kendala perizinan penanaman modal di Indonesia, ada 3 hal yang perlu dipahami yakni :
a)    Izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan izin-izin yang lain secara langsung maupun tidak langsung.
b)     Koordinasi.
c)  Ada baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.
Semua ini tergantung dari implementasi di lapangan, karena hanya sedikit UU di bidang ekonomi yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pada akhirnya ada yang merasa dirugikan ketika UU dilaksanakan.
             2)  Daftar negatif investasi (DNI)
Dalam pasal 12 UU PM No.25/2007 disebutkan bahwa :
1.    Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
2.    Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah
*      produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang.
*      Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
3.    Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4.    Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing diatur dengan PP.
5.    Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan Kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha pemerintah.
Aspirasi dari dunia usaha (diwakili oleh KAdin) agar DNI saat ini dapat direvisi dan diharapkan dapat memberikan kejelasan perihal apa saja yang diperbolehkan/diizinkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan, termasuk persyaratan-persyaratannya.
Ada 3 persoalan utama yang menjadi keprihatinan dunia usaha yakni :
a)     Adanya gray areas yang sangat membutuhkan kejelasan informasi yang lebih tegas dan jernih. Contohnya dalam DNI terdapat kasus di mana industri yang sama memiliki tingkatan kepemilikan modal asing yang berbeda.
b)     Dunia usaha masih diliputi berbagai pertanyaan berkenaan dengan dasar pemikiran rasional atau filosofi yang melatarbelakangi keputusan penentuan kriteria pada daftar negatif ini.
c)    Ketidakpastian mengenai proses perubahan dan transisi serta bagaimana perubahan DNI ini dapat diaplikasikan di masa depan. Sebagai contoh apa yang terjadi bila perusahaan akan melakukan ekspansi, apakah harus mengikuti peraturan DN yang baru atau mengikuti yang berlaku pada saat perusahaan berdiri?
Memang ironis bahwa di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan investasi termasuk PMA, tapi di satu sisi pemerintah menerapkan DNI, misalnya di sektor pelabuhan. Hingga kini pelabuhan di Indonesia kondisinya masih buruk, namun investor asing tidak bisa masuk karena DNI ini dimana pemerintah membatasi kepemilikan asing hingga 49%.
              3)  Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Masalah buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terasa semakin parah setelah adanya otonomi daerah. Banyak peraturan pemerintah atau keputusan presiden yang tidak bisa berjalan efektif karena adanya tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di daerah.
Dalam kebijakan otonomi daerah pemerintah daerah baik tingkat propinsi, kabupaten dan kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal. Namun, sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat terpaksa mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena banyaknya kendala yang dihadapi investor yang ingin membuka usaha di daerah. Khususnya yang berkaitan dengan proses pengurusan izin usaha yang terlalu berbelit-belit yang membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.
Buruknya koordinasi daerah antara pusat dan pemerintah daerah berdasarkan pengamatan Astuti dan Astono (2007), pemerintah daerah kerap membuat kebijakan yang menabrak aturan yang telah dibuat. Mereka pula yang memersepsikan setiap kebijakan menjadi berbeda-beda ketika dilaksanakan oleh pengusaha di lapangan.
           4)  Kawasan perdagangan bebas (KPB) dan kawasan ekonomi khusus (KEK)
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, membentuk suatu kawasan perdagangan bebas (FTZ) atau kawasan ekonomi khusus (KEK) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekspor dan investasi. Salah satu FTZ yang sedang dikembangkan oleh pemerintah adalah di kawasan Batam, Bintan dan Karimun yang ditargetkan akan menarik investasi asing 5x lipat dalam 5 tahun ke depan dari 1 miliar dollar AS menjadi minimal 5 miliar dollar AS. Untuk rencana ini 3 keppres telah diterbitkan sekaligus yakni Keppres No.9/2008 tentang Dewan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Keppres no.10/2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Keppres No.11/2008 tentang Dewan Kawasan dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Tentunya FTZ tidak hanya merupakan wilayah kebijakan investasi, tetapi wilayah kebijakan PLN. Oleh karena itu dari sisi kebijakan PLN untuk mendukung FTZ tersebut insentif yang akan diberikan antara lain kemudahan transaksi ekspor impor dan mekanisme keluar masuknya barang. Salah satu keunggulan yang dikembangkan KEK adalah adanya 7 zona ekslusif yang dapat dibangun dengan klarifikasinya yakni pengolahan ekspor, techno park, logistik, industri, pariwisata, jasa keuangan, dan olahraga.
Tentu KEK atau FTZ hanya akan berhasil dikembangkan apabila memiliki keunggulan dalam jaringan distribusi global, yang bergantung pada faktor-faktor seperti kualitas SDM, kebijakan makro, kebijakan sektoral dan kebijakan pemerintah.
ARAH KEBIJAKAN
Isu penting terkait dengan PLN, PDN, dan investasi riil sudah tercakup di dalam arah kebijakan yang akan dilakukan pemerintah di 3 bidang tersebut. Namun demikian perlu dipahami bahwa efisiensi dan daya saing yang tinggi saja tidak cukup untuk menjamin kemampuan Indonesia bersaing di pasar domestik maupun pasar global, dalam perdagangan maupun investasi. Upaya serius pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional belum kelihatan, dan ini merupakan pekerjaan paling penting dari Departemen Perindustrian, Departemen Pertanian, dan Departemen yang menangani kegiatan produksi di sektor-sektor lainnya.
Langkah yang diambil pemerintah tentu saja implementasinya belum tentu bisa dilaksanakan dengan baik, terutama karena 2 hal :
1.    Tidak ada pemahaman yang sama mengenai pentingnya suatu kebijakan antara pembuat kebijakan di tingkat pusat dan pelaksana kebijakan tersebut di lapangan.
2.    Sulit sekali membentuk keharmonisan antardepartemen atau instansi pemerintah terkait dalam implementasi suatu kebijakan.
Berbagai contoh seperti :
*      soal standarisasi dimana aturannya yakni PP No.102/2000 menetapkan aturan standarisasi yang sampai saat ini masih sangat lambat.
*      Soal barang-barang illegal, yang belum bisa diperangi oleh pemerintah.
*      Soal distribusi barang dan jasa di dalam negeri, di mana pemerintah sudah mengambil sejumlah kebijakan untuk menghilangkan distorsi dalam sistem distribusi. Namun hingga saat ini muncul di media massa soal mahalnya biaya distribusi.
*      Soal DNI, dimana di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan investasi PMA tapi di sisi lain pemerintah menerapkan DNI.
Singkat kata arah kebijakan PDN, PLN dan investasi riil harus diarahkan pada 3 sasaran, yakni  efisiensi, daya saing dan kemampuan berproduksi.
KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KONTEKS PERDAGANGAN DAN INVESTASI
Masalah lingkungan hidup tidak hanya masalah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup saja, tetapi sudah merupakan bagian integral dari masalah pembangunan. Masalah lingkungan hidup menjadi sesuatu yang lintas sektoral, multi disiplin, dan melibatkan semua lapisan masyarakat, serta sangat terkait dengan masalah-masalah global lainnya, termasuk liberalisasi perdagangan dunia.
Beberapa konferensi/pertemuan negara-negara mengenai lingkungan hidup seperti :
*      Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang dikenal The United Nations Conference on The Human Environment tahun 1972 di Stockholm Swedia, yang menghasilkan kesepakatan mengenai keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup.
*      Di Nairobi tahun 1982 United Nations Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and Development (WCED), dimana konferensi ini melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan mempengaruhi kelangsungan dunia usaha. Sebagai upaya pencegahan pencemaran secara sistematik pada bulan Mei 1989 UNEP memperkenalkan program “Produksi Bersih” yang diajukan secara resmi bulan September 1990 pada seminar mengenai the Promotion of Cleaner Production di Cantebury, Inggris.
*      KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, membahas tentang kesepakatan hambatan nontariff dalam perdagangan sebagai control terhadap produk ekspor yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
*      Komisi Uni Eropa (UE) mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) tahun 1993 yang mengembangkan standarisasi pengelolaan lingkungan.
*      Khusus di bidang kehutanan pertemuan ITTO (International Tropical Timber Organization) di Bali tahun 1990, telah dibuat suatu komitmen bagi terlaksananya hutan yang lestari yang harus tercapai paling lambat tahun 2000.
*      International Standardization Organization (ISO) dan International Electrotechnical Commission (IEC) membentuk Strategic Advisory Group on the Environment (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat kegiatan ekonomi, termasuk perdagangan dan investasi, dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu :
    1)   Pendekatan regulasi, yakni perintah dan pengawasan oleh pemerintah. Ini merupakan perangkat yang diterapkan oleh pemerintah melalui baku mutu lingkungan dan program lain.
    2) Pendekatan masyarakat (termasuk dunia usaha), yakni melakukan peraturan sendiri. Ini merupakan tindakan proaktif dalam pencegahan pencemaran oleh perusahaan yang membawa keuntungan adanya kelenturan pada perusahaan untuk mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaannya.
    3)    Pendekatan ekonomi yang dapat dilakukan melalui pemberian insentif, disinsentif, dan izin memperdagangkan emisi. Untuk yang terakhir ini, industri diberi hak menggunakan jasa lingkungan untuk membuang limbah; hak ini dapat diperjualbelikan.











BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
         Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki system perekonomian terbuka, yang memungkinkan kondisi perekonomiannya mendapat pengaruh dari luar negeri selain pengaruh dari dalam negeri itu sendiri. Gejolak–gejolak yang terjadi di dunia internasional berupa perubahan tingkat harga, tingkat suku bunga, maupun nilai tukar dan inflasi akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian. Karena itu tingginya suku bunga perbankan menyusul tingkat inflasi yang tinggi akibatnya pertumbuhan ekonomi melambat. Guna menggenjot pertumbuhan ekonomi di butuhkan investasi. Modal asing mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh suatu negara terbelakang dalam proses pembangunan. Untuk mempecepat derap pembangunan ia perlu mengimpor barang – barang modal, komponen, barang mentah, kecakapan tehnik dan lain–lain. Selain itu, keperluan impornya akan bahan meningkat secara cepat karena tekanan penduduk.
Tetapi ekspor ke negara–negara maju menjadi terhenti atau mempunyai kecenderungan menurun. Kesenjangan antara impor dan ekspor menimbulkan kesulitan neraca pembayaran. Selanjutnya, ada kebutuhan untuk menambah devisa untuk membayar utang luar negeri. Ini menimbulkan problem neraca pembayaran yang sekali lagi dapat diselesikan dengan mengimpor modal. Atau dengan kata lain pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi..
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdagangan Internasional dan Investasi rill?
2. Apa saja kebijakan ekonomi dalam perdagangan internasional dan investasi rill?









BAB II
Telaah Literatur
 Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan. Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa model perdagangan internasional diantaranya:
A.    Model Ricardian
        Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B.     Model Heckscher-Ohlin
        Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
       Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
C.    Faktor Spesifik
      Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
D.    Model Gravitasi
        Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
                                               








                                                  BAB III
Pembahasan
Perdangangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan negara suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Manfaat perdagangan internasional
    Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
1.      Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2.      Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3.      Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4.      Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
 Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
1.      Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2.        Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3.        Adanya,, perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4.        Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5.       Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6.      Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7.      Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
8.       Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dan WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya. Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut. Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

Sistem perekonomian
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan
Ada beberapa macam sisitem perekonomian yaitu:
  Perekonomian terencana
Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme. Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara; Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya sendiri.
1.       Perekonomian pasar
Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan liberalisme untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.
2.        Perekonomian pasar campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana, bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta.
Peranan Perdagangan Internasional dalam Perekonomian
1.       Efek Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
2.      Efek Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1.      Spesialisasi produksi.
2.      Kenaikan “investasi surplus”
3.      “Vent for Surplus”.
4.      Kenaikan produktivitas.

3.      Spesialisasi
Perdagagangan internasional mendorong masing-masing Negara kea rah spesialisasi dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini adalah:
               a.       Ketidakstabilan pasar luar negeri
Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh. Lain halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknnya haga barang-barang lain. Inilah pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
b.      Keamanan nasional
Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya. Meskipun karet adalah cabang produksi dimana negara tersebut memiliki keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPFnya semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dari manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin.
c.      Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”.
Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan.
Kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga komoditas di pasar dunia.
Perubahan harga dari suatu komoditas di pasar dunia bisa berpengaruh negatif atau positif terhadap Indonesia, terutama dalam bentuk perubahan biaya produksi atau inflasi. Demi menjaga stabilitas harga pasar domestik akibat perubahan harga suatu komoditas di pasar dunia, pemerintah memiliki sejumlah strategi atau instrumen untuk digunakan. Misalnya dalam kasus minyak goreng sejak 1 Februari 2008 pemerintah menanggung Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10% untuk minyak goreng yang dijual di dalam negeri, baik curah maupun kemasan. Kebijakan ini sudah berjalan cukup baik, yakni berhasil meredam kenaikan harga minyak goreng karena harga CPO di pasar internasional naik.
Sedangkan untuk komoditas-komoditas impor yang merupakan bahan baku utama bagi sejumlah industri dalam negeri, pemerintah menggunakan tarif bea masuk (BM) sebagai instrumennya. Misalnya, pada bulan Januari 2008 Departemen PLN RI menurunkan tariff BM kedelai dari 10% menjadi 0%. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi makanan berbasis kedelai (seperti kecap, tauco, susu kedelai, keripik kedelai, dll) akibat lonjakan harga kedelai di pasar dunia. Kebijakan ini bersifat sementara hingga harga kedelai di pasar dunia kembali normal.
Kebijakan pemerintah yang terakhir pemerintah mengenai pengaturan harga ekspor adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No.26/M-DAG/Per/7/2008 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas barang ekspor tertentu, yakni kelapa sawit dan produk-produknya (seperti CPO dan produk-produk turunannya) kayu, rotan dan kulit.






 INVESTASI RIIL
Dalam kawasan ASEAN, Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara utama ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Singapura khususnya dalam menarik PMA dari luar ASEAN. Ini merupakan masalah serius bagi Indonesia, karena dalam penerapan AFTA Indonesia juga sekarang ini menghadapi tantangan sebagai negara tujuan investasi ASEAN.
Dalam kajian kebijakan investasi riil dibahas 4 isu besar, yakni :
            1)  Kebijakan perbaikan iklim investasi dan UU Penanaman Modal No.25/2007.
Sebenarnya pemerintah telah banyak berupaya meningkatkan investasi riil di Indonesia. Terakhir adalah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi 2008-2009 tertuang dalam Inpres No. 5 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009. Paket ini memuat berbagai kebijakan ekonomi yang dikelompokkan dalam 8 bidang, yakni kebijakan perbaikan iklim investasi, kebijakan ekonomi makro dan keuangan, kebijakan ketahanan energy, dan kebijakan sumber daya alam, lingkungan, dan pertanian.
Dari program dalam paket kebijakan investasi tersebut, salah satu yang menjadi program adalah pembentukan perusahaan dan izin usaha. Masalah pelayanan perizinan selama beberapa tahun belakang ini sering dikeluhkan oleh pengusaha, karena sebelum dan sesudah otonomi daerah membawa implikasi pada pungutan yang lebih besar dari biaya resmi, sehingga menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Untuk menggairahkan kegiatan investasi dan pelayanan investasi, pemerintah menawarkan konsep pelayanan satu atap, dengan dikeluarkannya Keppres No. 29 Tahun 2003. Lahirnya Keppres ini dilatarbelakangi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi riil di dalam negeri mencapai klimaksnya pada saat UU Penanaman Modal No. 25/2007. Dalam pasal 4-nya pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :
-    Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.
-     Mempercepat peningkatan penanaman modal.
dalam mengindentifikasi kendala perizinan penanaman modal di Indonesia, ada 3 hal yang perlu dipahami yakni :
a)    Izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan izin-izin yang lain secara langsung maupun tidak langsung.
b)     Koordinasi.
c)  Ada baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.
Semua ini tergantung dari implementasi di lapangan, karena hanya sedikit UU di bidang ekonomi yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pada akhirnya ada yang merasa dirugikan ketika UU dilaksanakan.
             2)  Daftar negatif investasi (DNI)
Dalam pasal 12 UU PM No.25/2007 disebutkan bahwa :
1.    Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
2.    Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah
*      produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang.
*      Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
3.    Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4.    Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing diatur dengan PP.
5.    Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan Kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha pemerintah.
Aspirasi dari dunia usaha (diwakili oleh KAdin) agar DNI saat ini dapat direvisi dan diharapkan dapat memberikan kejelasan perihal apa saja yang diperbolehkan/diizinkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan, termasuk persyaratan-persyaratannya.
Ada 3 persoalan utama yang menjadi keprihatinan dunia usaha yakni :
a)     Adanya gray areas yang sangat membutuhkan kejelasan informasi yang lebih tegas dan jernih. Contohnya dalam DNI terdapat kasus di mana industri yang sama memiliki tingkatan kepemilikan modal asing yang berbeda.
b)     Dunia usaha masih diliputi berbagai pertanyaan berkenaan dengan dasar pemikiran rasional atau filosofi yang melatarbelakangi keputusan penentuan kriteria pada daftar negatif ini.
c)    Ketidakpastian mengenai proses perubahan dan transisi serta bagaimana perubahan DNI ini dapat diaplikasikan di masa depan. Sebagai contoh apa yang terjadi bila perusahaan akan melakukan ekspansi, apakah harus mengikuti peraturan DN yang baru atau mengikuti yang berlaku pada saat perusahaan berdiri?
Memang ironis bahwa di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan investasi termasuk PMA, tapi di satu sisi pemerintah menerapkan DNI, misalnya di sektor pelabuhan. Hingga kini pelabuhan di Indonesia kondisinya masih buruk, namun investor asing tidak bisa masuk karena DNI ini dimana pemerintah membatasi kepemilikan asing hingga 49%.
              3)  Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Masalah buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terasa semakin parah setelah adanya otonomi daerah. Banyak peraturan pemerintah atau keputusan presiden yang tidak bisa berjalan efektif karena adanya tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di daerah.
Dalam kebijakan otonomi daerah pemerintah daerah baik tingkat propinsi, kabupaten dan kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal. Namun, sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat terpaksa mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena banyaknya kendala yang dihadapi investor yang ingin membuka usaha di daerah. Khususnya yang berkaitan dengan proses pengurusan izin usaha yang terlalu berbelit-belit yang membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.
Buruknya koordinasi daerah antara pusat dan pemerintah daerah berdasarkan pengamatan Astuti dan Astono (2007), pemerintah daerah kerap membuat kebijakan yang menabrak aturan yang telah dibuat. Mereka pula yang memersepsikan setiap kebijakan menjadi berbeda-beda ketika dilaksanakan oleh pengusaha di lapangan.
           4)  Kawasan perdagangan bebas (KPB) dan kawasan ekonomi khusus (KEK)
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, membentuk suatu kawasan perdagangan bebas (FTZ) atau kawasan ekonomi khusus (KEK) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekspor dan investasi. Salah satu FTZ yang sedang dikembangkan oleh pemerintah adalah di kawasan Batam, Bintan dan Karimun yang ditargetkan akan menarik investasi asing 5x lipat dalam 5 tahun ke depan dari 1 miliar dollar AS menjadi minimal 5 miliar dollar AS. Untuk rencana ini 3 keppres telah diterbitkan sekaligus yakni Keppres No.9/2008 tentang Dewan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Keppres no.10/2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Keppres No.11/2008 tentang Dewan Kawasan dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Tentunya FTZ tidak hanya merupakan wilayah kebijakan investasi, tetapi wilayah kebijakan PLN. Oleh karena itu dari sisi kebijakan PLN untuk mendukung FTZ tersebut insentif yang akan diberikan antara lain kemudahan transaksi ekspor impor dan mekanisme keluar masuknya barang. Salah satu keunggulan yang dikembangkan KEK adalah adanya 7 zona ekslusif yang dapat dibangun dengan klarifikasinya yakni pengolahan ekspor, techno park, logistik, industri, pariwisata, jasa keuangan, dan olahraga.
Tentu KEK atau FTZ hanya akan berhasil dikembangkan apabila memiliki keunggulan dalam jaringan distribusi global, yang bergantung pada faktor-faktor seperti kualitas SDM, kebijakan makro, kebijakan sektoral dan kebijakan pemerintah.
ARAH KEBIJAKAN
Isu penting terkait dengan PLN, PDN, dan investasi riil sudah tercakup di dalam arah kebijakan yang akan dilakukan pemerintah di 3 bidang tersebut. Namun demikian perlu dipahami bahwa efisiensi dan daya saing yang tinggi saja tidak cukup untuk menjamin kemampuan Indonesia bersaing di pasar domestik maupun pasar global, dalam perdagangan maupun investasi. Upaya serius pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional belum kelihatan, dan ini merupakan pekerjaan paling penting dari Departemen Perindustrian, Departemen Pertanian, dan Departemen yang menangani kegiatan produksi di sektor-sektor lainnya.
Langkah yang diambil pemerintah tentu saja implementasinya belum tentu bisa dilaksanakan dengan baik, terutama karena 2 hal :
1.    Tidak ada pemahaman yang sama mengenai pentingnya suatu kebijakan antara pembuat kebijakan di tingkat pusat dan pelaksana kebijakan tersebut di lapangan.
2.    Sulit sekali membentuk keharmonisan antardepartemen atau instansi pemerintah terkait dalam implementasi suatu kebijakan.
Berbagai contoh seperti :
*      soal standarisasi dimana aturannya yakni PP No.102/2000 menetapkan aturan standarisasi yang sampai saat ini masih sangat lambat.
*      Soal barang-barang illegal, yang belum bisa diperangi oleh pemerintah.
*      Soal distribusi barang dan jasa di dalam negeri, di mana pemerintah sudah mengambil sejumlah kebijakan untuk menghilangkan distorsi dalam sistem distribusi. Namun hingga saat ini muncul di media massa soal mahalnya biaya distribusi.
*      Soal DNI, dimana di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan investasi PMA tapi di sisi lain pemerintah menerapkan DNI.
Singkat kata arah kebijakan PDN, PLN dan investasi riil harus diarahkan pada 3 sasaran, yakni  efisiensi, daya saing dan kemampuan berproduksi.
KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KONTEKS PERDAGANGAN DAN INVESTASI
Masalah lingkungan hidup tidak hanya masalah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup saja, tetapi sudah merupakan bagian integral dari masalah pembangunan. Masalah lingkungan hidup menjadi sesuatu yang lintas sektoral, multi disiplin, dan melibatkan semua lapisan masyarakat, serta sangat terkait dengan masalah-masalah global lainnya, termasuk liberalisasi perdagangan dunia.
Beberapa konferensi/pertemuan negara-negara mengenai lingkungan hidup seperti :
*      Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang dikenal The United Nations Conference on The Human Environment tahun 1972 di Stockholm Swedia, yang menghasilkan kesepakatan mengenai keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup.
*      Di Nairobi tahun 1982 United Nations Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and Development (WCED), dimana konferensi ini melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan mempengaruhi kelangsungan dunia usaha. Sebagai upaya pencegahan pencemaran secara sistematik pada bulan Mei 1989 UNEP memperkenalkan program “Produksi Bersih” yang diajukan secara resmi bulan September 1990 pada seminar mengenai the Promotion of Cleaner Production di Cantebury, Inggris.
*      KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, membahas tentang kesepakatan hambatan nontariff dalam perdagangan sebagai control terhadap produk ekspor yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
*      Komisi Uni Eropa (UE) mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) tahun 1993 yang mengembangkan standarisasi pengelolaan lingkungan.
*      Khusus di bidang kehutanan pertemuan ITTO (International Tropical Timber Organization) di Bali tahun 1990, telah dibuat suatu komitmen bagi terlaksananya hutan yang lestari yang harus tercapai paling lambat tahun 2000.
*      International Standardization Organization (ISO) dan International Electrotechnical Commission (IEC) membentuk Strategic Advisory Group on the Environment (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat kegiatan ekonomi, termasuk perdagangan dan investasi, dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu :
    1)   Pendekatan regulasi, yakni perintah dan pengawasan oleh pemerintah. Ini merupakan perangkat yang diterapkan oleh pemerintah melalui baku mutu lingkungan dan program lain.
    2) Pendekatan masyarakat (termasuk dunia usaha), yakni melakukan peraturan sendiri. Ini merupakan tindakan proaktif dalam pencegahan pencemaran oleh perusahaan yang membawa keuntungan adanya kelenturan pada perusahaan untuk mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaannya.
    3)    Pendekatan ekonomi yang dapat dilakukan melalui pemberian insentif, disinsentif, dan izin memperdagangkan emisi. Untuk yang terakhir ini, industri diberi hak menggunakan jasa lingkungan untuk membuang limbah; hak ini dapat diperjualbelikan.
    
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
      Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

      Kebijakan perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kebijakan ekonomi internasional. Kebijakan perdagangan internasional adalah kebijakan yang mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang. Dalam Kebijakan ini tentu saja terdapat dampak yang positif dan negatif bagi kita.

        Penguatan peran dan kelembagaan pemerintah sangat penting untuk mendukung keberhasilan kebijakan investasi. Tanpa lembaga dan kapasitas yang siap maka kebijakan tidak bias terealisasi secara maksimal. Tujuan dan prospek yang ingin dicapai sulit untuk dicapai dan kemungkinannya malah akan hilang. Pemerintah perlu menata kembali fungsi organisasi dan manajemen yang ada saat ini. Keterbukaan terhadap perubahan gaya manajemen dan fungsi organisasi perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin pemerintah bias mengadopsi gaya kepemimpinan dan manajemen swasta yang berorientasi pada peningkatan ekonomi, tentu saja dengan tidak mengangapnya sebagai privatisasi birokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

ebookinga.com/pdf/perdagangan-internasional-indonesia
Bryant, Coralie dan Louise G. White; 1989, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang (diterjemahkan oleh Rusyanto L), Jakarta, LP3ES.
Jhingan, M.L.; 2003, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (diterjemahkan oleh D. Guritno), Jakarta, Raja Grafindo Persada.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar