BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara berkembang
yang memiliki system perekonomian terbuka, yang memungkinkan kondisi
perekonomiannya mendapat pengaruh dari luar negeri selain pengaruh dari dalam
negeri itu sendiri. Gejolak–gejolak yang terjadi di dunia internasional berupa
perubahan tingkat harga, tingkat suku bunga, maupun nilai tukar dan inflasi
akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian. Karena itu tingginya suku bunga
perbankan menyusul tingkat inflasi yang tinggi akibatnya pertumbuhan ekonomi
melambat. Guna menggenjot pertumbuhan ekonomi di butuhkan investasi. Modal
asing mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh suatu negara
terbelakang dalam proses pembangunan. Untuk mempecepat derap pembangunan ia
perlu mengimpor barang – barang modal, komponen, barang mentah, kecakapan
tehnik dan lain–lain. Selain itu, keperluan impornya akan bahan meningkat
secara cepat karena tekanan penduduk.
Tetapi ekspor ke
negara–negara maju menjadi terhenti atau mempunyai kecenderungan menurun.
Kesenjangan antara impor dan ekspor menimbulkan kesulitan neraca pembayaran.
Selanjutnya, ada kebutuhan untuk menambah devisa untuk membayar utang luar
negeri. Ini menimbulkan problem neraca pembayaran yang sekali lagi dapat
diselesikan dengan mengimpor modal. Atau dengan kata lain pemasukan modal asing
sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi..
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdagangan
Internasional dan Investasi rill?
2. Apa saja kebijakan ekonomi dalam perdagangan
internasional dan investasi rill?
BAB II
Telaah Literatur
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah
satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada
juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga
barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain
sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian
suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau
pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan
ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan. Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan
tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan
kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea,
tarif, atau quota barang impor.
Selain
itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada
beberapa model perdagangan internasional diantaranya:
A. Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan
internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam
memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya,
rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis
secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model
Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah
relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B. Model Heckscher-Ohlin
Model
Heckscgher-Ohlin
dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan
kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang
lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut
tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional.
Teori
ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh
perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara
akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor
pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan
menggunakan
faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o,
dikenal sebagai Pradoks
Leotief,
yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih
cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan
modal.
C. Faktor
Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara
industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar
industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu
dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak
secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada
peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke
barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan,
pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal)
cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian
atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal
dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal.
Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami
distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
D. Model
Gravitasi
Model
gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang
lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas.
Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak
antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini
meniru hukum gravitasi
Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda.
Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan
diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar
dari model ini.
BAB
III
Pembahasan
Perdangangan Internasional
Perdagangan
internasional adalah perdagangan
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas
dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan
(individu dengan individu), antara individu dengan negara suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan
GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun
(lihat Jalur Sutra, Amber
Road),
dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan
beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional.
1.
Memperoleh
barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak
faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim,
tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi
sendiri.
2.
Memperoleh
keuntungan dari spesialisasi
Sebab
utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan
yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3.
Memperluas
pasar dan menambah keuntungan
Terkadang,
para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan
maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga
produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
4. Transfer
teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk
mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Faktor
pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan
perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
1.
Untuk memenuhi kebutuhan barang dan
jasa dalam negeri
3.
Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
5.
Adanya
perbedaan keadaan seperti sumber
daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya,
dan jumlah penduduk
yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6.
Adanya kesamaan selera terhadap
suatu barang.
Peraturan/Regulasi
Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan
dalam Merkantilisme
kebanyakan negara memiliki tarif
tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19,
terutama di Britania,
ada kepercayaan akan perdagangan
bebas menjadi yang terpenting dan
pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu
sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada
tahun-tahun sejak Perang Dunia II,
perjanjian multilateral
kontroversial seperti GATT
dan WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam
perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang
berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak
adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh
sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang
melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara
strategis seperti proteksi tarif
untuk agrikultur
oleh Amerika Serikat
dan Eropa. Belanda
dan Inggris Raya
keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis
dominan, sekarang Amerika Serikat,
Inggris, Australia
dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak
negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan
bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada
juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar
negri langsung, pembelian, dan fasilitasi
perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari
perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini
telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi
agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan
penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional
besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan
barang dan jasa lainnya. Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif
dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia
selama Depresi Besar
membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi
tersebut. Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade
Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional
seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko,
dan Uni
Eropa anatara 27 negara mandiri.
Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade
Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi
negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral
Agreement on Invesment) juga
gagal pada tahun-tahun belakangan ini.
Sistem
perekonomian
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang
individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya,
semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua
sistem ekstrem tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan
dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned
economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor
produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang
mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Ada beberapa macam sisitem perekonomian yaitu:
Perekonomian terencana
Ada
dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme.
Sebagai wujud pemikiran Karl Marx,
komunisme adalah sistem yang mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan
seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas
faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara; Ketika perekonomian
masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas
faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Uni
Soviet dan banyak negara Eropa
Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi
ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara,
Vietnam, dan RRC
yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur
faktor produksi. China,
misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta
mengontrol faktor produksinya sendiri.
1.
Perekonomian pasar
Perekonomian
pasar bergantung pada kapitalisme
dan liberalisme
untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual
dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai
akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh
mekanisme penawaran-permintaan.
2.
Perekonomian pasar campuran
Perekonomian
pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara sistem
perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di
dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana,
bahkan negara seperti Amerika
Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas,
pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi
kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk
anak di bawah umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain.
Begitu pula dengan negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak
negara-negara Blok Timur
yang telah melakukan privatisasi—pengubahan
status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta.
Peranan Perdagangan Internasional dalam
Perekonomian
1. Efek Perdagangan Internasional terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana
yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana
lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara
bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan
ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat
menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi
pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa
perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth,
Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan
impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi
motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun
1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan
demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi
pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan,
tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk
dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan
modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan
internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang
berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat
produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan
peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan
kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan
itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara
eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika
barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara
eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara
importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir
(Appleyard, 2004).
2. Efek Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks
terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan
empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1. Spesialisasi produksi.
2. Kenaikan “investasi surplus”
3. “Vent for Surplus”.
4. Kenaikan produktivitas.
3. Spesialisasi
Perdagagangan internasional mendorong masing-masing Negara
kea rah spesialisasi dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki
keunggulan komperatifnya. Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi
produksi yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi
yang tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri
tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan
menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan pendapatan
riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru
menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan
tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan
kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor
produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini
adalah:
a.
Ketidakstabilan pasar luar negeri
Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi
dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan
kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh. Lain
halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang
tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun
untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang
mungkin bisa diimbangi oleh naiknnya haga barang-barang lain. Inilah
pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi
biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan
resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan
sebagian dari kenaikan pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua
negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun
didasarkan atas prinsip keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukan oleh
teori ekonomi) bukanlah keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus
pula diperhitungkan.
b. Keamanan nasional
Bayangkan
suatu negara hanya memproduksi satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor
seluruh kebutuhan bahan makanannya. Meskipun karet adalah cabang produksi
dimana negara tersebut memiliki keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga
bisa meningkatkan CPFnya semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak
sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar
negeri, dari manakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut?
Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif
tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu
sendiri sama sekali tidak terjamin.
c. Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”. Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”. Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan
Kebijakan pemerintah
mengenai kenaikan harga komoditas di pasar
dunia.
Perubahan
harga dari suatu komoditas di pasar dunia bisa berpengaruh negatif atau positif
terhadap Indonesia, terutama dalam bentuk perubahan biaya produksi atau
inflasi. Demi menjaga stabilitas harga pasar domestik akibat perubahan harga
suatu komoditas di pasar dunia, pemerintah memiliki sejumlah strategi atau
instrumen untuk digunakan. Misalnya dalam kasus minyak goreng sejak 1 Februari
2008 pemerintah menanggung Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10% untuk minyak goreng
yang dijual di dalam negeri, baik curah maupun kemasan. Kebijakan ini sudah
berjalan cukup baik, yakni berhasil meredam kenaikan harga minyak goreng karena
harga CPO di pasar internasional naik.Sedangkan
untuk komoditas-komoditas impor yang merupakan bahan baku utama bagi sejumlah
industri dalam negeri, pemerintah menggunakan tarif bea masuk (BM) sebagai
instrumennya. Misalnya, pada bulan Januari 2008 Departemen PLN RI menurunkan
tariff BM kedelai dari 10% menjadi 0%. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi
biaya produksi makanan berbasis kedelai (seperti kecap, tauco, susu kedelai,
keripik kedelai, dll) akibat lonjakan harga kedelai di pasar dunia. Kebijakan
ini bersifat sementara hingga harga kedelai di pasar dunia kembali normal.
Kebijakan pemerintah yang terakhir pemerintah
mengenai pengaturan harga ekspor adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI
No.26/M-DAG/Per/7/2008 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas barang
ekspor tertentu, yakni kelapa sawit dan produk-produknya (seperti CPO dan
produk-produk turunannya) kayu, rotan dan kulit.
INVESTASI
RIIL
Dalam kawasan ASEAN, Indonesia masih tertinggal
dengan negara-negara utama ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan
Singapura khususnya dalam menarik PMA dari luar ASEAN. Ini merupakan masalah
serius bagi Indonesia, karena dalam penerapan AFTA Indonesia juga sekarang ini
menghadapi tantangan sebagai negara tujuan investasi ASEAN.
Dalam kajian kebijakan investasi riil dibahas 4 isu
besar, yakni :
1) Kebijakan perbaikan iklim
investasi dan UU Penanaman Modal No.25/2007.
Sebenarnya pemerintah telah banyak berupaya
meningkatkan investasi riil di Indonesia. Terakhir adalah mengeluarkan paket
kebijakan ekonomi 2008-2009 tertuang dalam Inpres No. 5 2008 tentang Fokus
Program Ekonomi 2008-2009. Paket ini memuat berbagai kebijakan ekonomi yang
dikelompokkan dalam 8 bidang, yakni kebijakan perbaikan iklim investasi,
kebijakan ekonomi makro dan keuangan, kebijakan ketahanan energy, dan kebijakan
sumber daya alam, lingkungan, dan pertanian.
Dari program dalam paket kebijakan investasi
tersebut, salah satu yang menjadi program adalah pembentukan perusahaan dan
izin usaha. Masalah pelayanan perizinan selama beberapa tahun belakang ini
sering dikeluhkan oleh pengusaha, karena sebelum dan sesudah otonomi daerah
membawa implikasi pada pungutan yang lebih besar dari biaya resmi, sehingga
menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Untuk menggairahkan kegiatan investasi dan
pelayanan investasi, pemerintah menawarkan konsep pelayanan satu atap, dengan
dikeluarkannya Keppres No. 29 Tahun 2003. Lahirnya Keppres ini dilatarbelakangi
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi riil
di dalam negeri mencapai klimaksnya pada saat UU Penanaman Modal No. 25/2007.
Dalam pasal 4-nya pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :
- Mendorong
terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan
daya saing perekonomian nasional.
- Mempercepat
peningkatan penanaman modal.
dalam mengindentifikasi kendala perizinan penanaman
modal di Indonesia, ada 3 hal yang perlu dipahami yakni :
a) Izin
investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi
harus menjadi satu paket dengan izin-izin yang lain secara langsung maupun
tidak langsung.
b)
Koordinasi.
c) Ada
baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam
menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.
Semua ini tergantung dari implementasi di lapangan,
karena hanya sedikit UU di bidang ekonomi yang dilaksanakan secara
sungguh-sungguh. Pada akhirnya ada yang merasa dirugikan ketika UU
dilaksanakan.
2)
Daftar negatif investasi (DNI)
Dalam pasal 12 UU PM No.25/2007 disebutkan bahwa :
1. Semua
bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,kecuali
bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan.
2. Bidang
usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah
*
produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang.
* Bidang
usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
3.
Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang
tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan
berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup,
pertahanan, dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4. Kriteria
dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan
masing-masing diatur dengan PP.
5.
Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan Kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
perlindungan, pengembangan usaha mikro dan koperasi, pengawasan produksi dan
distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri,
serta kerja sama dengan badan usaha pemerintah.
Aspirasi dari dunia usaha (diwakili oleh KAdin) agar
DNI saat ini dapat direvisi dan diharapkan dapat memberikan kejelasan perihal
apa saja yang diperbolehkan/diizinkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan,
termasuk persyaratan-persyaratannya.
Ada 3 persoalan utama yang menjadi keprihatinan
dunia usaha yakni :
a) Adanya
gray areas yang sangat membutuhkan kejelasan informasi yang lebih tegas dan
jernih. Contohnya dalam DNI terdapat kasus di mana industri yang sama memiliki
tingkatan kepemilikan modal asing yang berbeda.
b) Dunia
usaha masih diliputi berbagai pertanyaan berkenaan dengan dasar pemikiran
rasional atau filosofi yang melatarbelakangi keputusan penentuan kriteria pada
daftar negatif ini.
c)
Ketidakpastian mengenai proses perubahan dan transisi serta bagaimana perubahan
DNI ini dapat diaplikasikan di masa depan. Sebagai contoh apa yang terjadi bila
perusahaan akan melakukan ekspansi, apakah harus mengikuti peraturan DN yang
baru atau mengikuti yang berlaku pada saat perusahaan berdiri?
Memang ironis bahwa di satu sisi pemerintah berusaha
meningkatkan investasi termasuk PMA, tapi di satu sisi pemerintah menerapkan
DNI, misalnya di sektor pelabuhan. Hingga kini pelabuhan di Indonesia
kondisinya masih buruk, namun investor asing tidak bisa masuk karena DNI ini
dimana pemerintah membatasi kepemilikan asing hingga 49%.
3) Koordinasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah
Masalah buruknya koordinasi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah terasa semakin parah setelah adanya otonomi daerah. Banyak
peraturan pemerintah atau keputusan presiden yang tidak bisa berjalan efektif
karena adanya tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di
daerah.
Dalam kebijakan otonomi daerah pemerintah daerah
baik tingkat propinsi, kabupaten dan kota diberikan kewenangan dalam bidang
penanaman modal. Namun, sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat
terpaksa mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena banyaknya
kendala yang dihadapi investor yang ingin membuka usaha di daerah. Khususnya
yang berkaitan dengan proses pengurusan izin usaha yang terlalu berbelit-belit
yang membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.
Buruknya koordinasi daerah antara pusat dan
pemerintah daerah berdasarkan pengamatan Astuti dan Astono (2007), pemerintah
daerah kerap membuat kebijakan yang menabrak aturan yang telah dibuat. Mereka
pula yang memersepsikan setiap kebijakan menjadi berbeda-beda ketika dilaksanakan
oleh pengusaha di lapangan.
4) Kawasan perdagangan bebas
(KPB) dan kawasan ekonomi khusus (KEK)
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat
ini, membentuk suatu kawasan perdagangan bebas (FTZ) atau kawasan ekonomi
khusus (KEK) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekspor dan investasi.
Salah satu FTZ yang sedang dikembangkan oleh pemerintah adalah di kawasan
Batam, Bintan dan Karimun yang ditargetkan akan menarik investasi asing 5x
lipat dalam 5 tahun ke depan dari 1 miliar dollar AS menjadi minimal 5 miliar
dollar AS. Untuk rencana ini 3 keppres telah diterbitkan sekaligus yakni
Keppres No.9/2008 tentang Dewan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
Keppres no.10/2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan, dan Keppres No.11/2008 tentang Dewan Kawasan dan Pelabuhan Bebas
Karimun.
Tentunya FTZ tidak hanya merupakan wilayah kebijakan
investasi, tetapi wilayah kebijakan PLN. Oleh karena itu dari sisi kebijakan
PLN untuk mendukung FTZ tersebut insentif yang akan diberikan antara lain
kemudahan transaksi ekspor impor dan mekanisme keluar masuknya barang. Salah
satu keunggulan yang dikembangkan KEK adalah adanya 7 zona ekslusif yang dapat
dibangun dengan klarifikasinya yakni pengolahan ekspor, techno park, logistik,
industri, pariwisata, jasa keuangan, dan olahraga.
Tentu KEK atau FTZ hanya akan berhasil dikembangkan
apabila memiliki keunggulan dalam jaringan distribusi global, yang bergantung
pada faktor-faktor seperti kualitas SDM, kebijakan makro, kebijakan sektoral
dan kebijakan pemerintah.
ARAH
KEBIJAKAN
Isu penting terkait dengan PLN, PDN, dan investasi
riil sudah tercakup di dalam arah kebijakan yang akan dilakukan pemerintah di 3
bidang tersebut. Namun demikian perlu dipahami bahwa efisiensi dan daya saing
yang tinggi saja tidak cukup untuk menjamin kemampuan Indonesia bersaing di
pasar domestik maupun pasar global, dalam perdagangan maupun investasi. Upaya
serius pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional belum
kelihatan, dan ini merupakan pekerjaan paling penting dari Departemen
Perindustrian, Departemen Pertanian, dan Departemen yang menangani kegiatan
produksi di sektor-sektor lainnya.
Langkah yang diambil pemerintah tentu saja
implementasinya belum tentu bisa dilaksanakan dengan baik, terutama karena 2
hal :
1. Tidak
ada pemahaman yang sama mengenai pentingnya suatu kebijakan antara pembuat
kebijakan di tingkat pusat dan pelaksana kebijakan tersebut di lapangan.
2. Sulit
sekali membentuk keharmonisan antardepartemen atau instansi pemerintah terkait
dalam implementasi suatu kebijakan.
Berbagai contoh seperti :
* soal
standarisasi dimana aturannya yakni PP No.102/2000 menetapkan aturan
standarisasi yang sampai saat ini masih sangat lambat.
* Soal
barang-barang illegal, yang belum bisa diperangi oleh pemerintah.
* Soal
distribusi barang dan jasa di dalam negeri, di mana pemerintah sudah mengambil
sejumlah kebijakan untuk menghilangkan distorsi dalam sistem distribusi. Namun
hingga saat ini muncul di media massa soal mahalnya biaya distribusi.
* Soal
DNI, dimana di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan investasi PMA tapi di
sisi lain pemerintah menerapkan DNI.
Singkat kata arah kebijakan PDN, PLN dan investasi
riil harus diarahkan pada 3 sasaran, yakni efisiensi, daya saing dan kemampuan
berproduksi.
KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM
KONTEKS PERDAGANGAN DAN INVESTASI
Masalah lingkungan hidup tidak hanya masalah
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup saja, tetapi sudah merupakan
bagian integral dari masalah pembangunan. Masalah lingkungan hidup menjadi
sesuatu yang lintas sektoral, multi disiplin, dan melibatkan semua lapisan
masyarakat, serta sangat terkait dengan masalah-masalah global lainnya,
termasuk liberalisasi perdagangan dunia.
Beberapa konferensi/pertemuan negara-negara mengenai
lingkungan hidup seperti :
*
Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang dikenal The United Nations
Conference on The Human Environment tahun 1972 di Stockholm Swedia, yang
menghasilkan kesepakatan mengenai keterkaitan antara konsep pembangunan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
* Di
Nairobi tahun 1982 United Nations Environment Program (UNEP) dan World
Commission on Environment and Development (WCED), dimana konferensi ini
melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan
mempengaruhi kelangsungan dunia usaha. Sebagai upaya pencegahan pencemaran
secara sistematik pada bulan Mei 1989 UNEP memperkenalkan program “Produksi
Bersih” yang diajukan secara resmi bulan September 1990 pada seminar mengenai
the Promotion of Cleaner Production di Cantebury, Inggris.
* KTT
Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, membahas tentang kesepakatan hambatan
nontariff dalam perdagangan sebagai control terhadap produk ekspor yang
menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
* Komisi
Uni Eropa (UE) mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) tahun
1993 yang mengembangkan standarisasi pengelolaan lingkungan.
* Khusus
di bidang kehutanan pertemuan ITTO (International Tropical Timber Organization)
di Bali tahun 1990, telah dibuat suatu komitmen bagi terlaksananya hutan yang
lestari yang harus tercapai paling lambat tahun 2000.
*
International Standardization Organization (ISO) dan International
Electrotechnical Commission (IEC) membentuk Strategic Advisory Group on the
Environment (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO
akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas untuk
mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat
kegiatan ekonomi, termasuk perdagangan dan investasi, dapat dilakukan dengan 3
pendekatan yaitu :
1) Pendekatan regulasi, yakni perintah dan
pengawasan oleh pemerintah. Ini merupakan perangkat yang diterapkan oleh
pemerintah melalui baku mutu lingkungan dan program lain.
2)
Pendekatan masyarakat (termasuk dunia usaha), yakni melakukan peraturan
sendiri. Ini merupakan tindakan proaktif dalam pencegahan pencemaran oleh
perusahaan yang membawa keuntungan adanya kelenturan pada perusahaan untuk
mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaannya.
3) Pendekatan ekonomi yang dapat dilakukan
melalui pemberian insentif, disinsentif, dan izin memperdagangkan emisi. Untuk
yang terakhir ini, industri diberi hak menggunakan jasa lingkungan untuk
membuang limbah; hak ini dapat diperjualbelikan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar