Selasa, 21 Juni 2016

Kebijakan Persaingan,Daya Saing ,Liberalisasi, Globalisasi dan Regionalisasi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Wajar pertumbuhan ekonomi menjadi penentu tingkat kesejahteraan, keamanan serta kemajuan sebuah negara. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan, semakin tinggi tingkat stabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Namun untuk meningkatkan pertumbuhan bukan hal yang mudah dan sederhana. Justeru berbagai konflik dalam sebuah negara lahir akibat kesalahan dan kegagalan bagaimana ekonomi ditumbuhkan. Sebab ekonomi tumbuh bukan dalam ruang hampa dan kedap kepentingan. Sebaliknya negara lahir dengan sebuah kepentingan dan pertumbuhan ekonomi merupakan kepentingan lain yang tentu saling terkait satu sama lain. Pertumbuhan memberi dampak dan disebabkan oleh interaksi antar negara dan juga memberi dampak di dalam negara. Pertumbuhan ekonomi dengan demikian bersifat global. Terlebih lagi perkembangan teknologi membuat dunia semakin kecil dan tanpa batas. Sebut saja ketika dunia percaya dengan sistem merkentilisme. Keyakinan bahwa negara akan kuat jika memiliki tabungan emas membuat pilihan melakukan dagang antar negara dan benua melahirkan munculnya era kolonialisasi. Negara kuat namun miskin sumberdaya akan melakukan aneksasi atau penguasaan atas negara lain yang lemah.
Kondisi yang sama terjadi saat lahirnya keyakinan tentang perdagangan bebas. Ekonomi sebuah negara akan tumbuh jika perdagangan antar negara dibiarkan tanpa adanya hambatan. Kebebasan dalam berdagang akan melahirkan satu kondisi di mana negara akan memiliki nilai tambah. Sering dicontohkan jika sebuah negara lebih efisien memproduksi teh maka produk lain seperti mobil dibiarkan berkembang di negara lain yang jauh lebih efisien. Jadi setiap negara memiliki keunggulannya sendiri (comparative advantage) agar ekonomi tumbuh lebih baik lagi. Karakter pertumbuhan ekonomi dengan demikian terbuka karena negara tidak bisa memenuhi sendiri kebutuhannya. Namun menyerahkan ekonomi kepada pasar, jelas bukan tanpa resiko. Sebab sistem pasar sering tumbuh diluar kendali negara. Agar ekonomi tumbuh sesuai dengan target maka negara harus mengendalikannya.  Di sinilah dunia dihadapkan pada dua ekstrem; kapitalisme yang percaya dengan bekerjanya pasar dan sosialisme yang percaya dengan bekerjanya kendali negara. Akibatnya dunia  terbelah menjadi dua blok yang bermusuhan; Barat yang Liberal-Kapitalis dan Timur yang Sosialis Komunis. Jadi pertumbuhan ekonomi di negara mana pun tidak bisa lagi mengabaikan sisi efisensi karena tingginya dinamika persaingan antar negara dan benua. Kebijakan persaingan dibuat untuk membuat terciptanya lingkungan persaingan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya efisien tetapi juga mendorong tingkat kesejahteraan. Tanggungjawab negara terhadap nasib rakyatnya didapat melalui wewenang campur tangan sejauh tidak merusak dinamika persaingan itu sendiri. Inilah era di mana negara dan pasar duduk berdampingan  untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan kebijakan persaingan dan daya saing dalam perekonomian    Indonesia?
2. Apa kebijakan pemerintah dalam mengatasi perdagangan Internasional atau liberalisasi?
3. Bagaimana peran globalisasi dalam perekonomian Indonesia?
4. Bagaimana peran Indonesia dalam bekerjasama dengan negara-negara lain?

BAB II
TELAAH LITERATUR
Salah satu tujuan dibentuknya UU No.5 Tahun 1999  tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah menjaga kepentingan umum dan menegakkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Efisiensi ekonomi nasional dalam konteks ini merupakan cara agar kesejahteraana rakyat tercipta. Karena itu praktek usaha yang tidak efisien dengan bahasa lain menjadi langkah kontraproduktif dan berarti melawan negara. Berbagai praktek usaha yang diduga melawan negara seperti monopoli, oligopoli, kartel, persekongkon tender dan sebagainya adalah kegiatan yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Di titik ini kebijakan ekonomi yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi selalu dihadapkan dengan sistem ekonomi dunia. Ketika Komunisme runtuh dan sosialisme bubar, dunia mengarah ke sistem ekonomi yang tidak lagi mempertentangkan pasar dan negara atau kapitalisme dan sosialisme pada titik ekstrim. Kemenangan demokrasi liberal telah ”mengakhiri sejarah” seperti tulisan Francis Fukuyama.  Dunia tengah bergerak apa apa yang diusung  Antony Giddens dengan konsep  ”Jalan Ketiga” (Third Way). Konsep ini tetap mengusung pasar sebagai penggerak pertumbuhan namun memberi ruang bagi negara untuk intervensi. Kendali atas praktek persaingan usaha tidak sehat dengan demikian menjadi penentu dari kualitas pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan untuk kesejahteraan. Kiprah KPPU dalam bentuk penegakan hukum persaingan dan pemberian saran dan pertimbangan telah memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya. Bahkan seperti diingatkan oleh Allan Green Span, mantan Gubernur FED,  ekonomi pasar tumbuh melalui tiga hal. Salah satunya adalah kadar kompetisi dalam negeri, dan terutama untuk negara berkembang, kadar keterbukaan negara terhadap perdagangan dan integrasinya dengan bagian lain di dunia  (Green Span, hal. 254).
Menurut pendapat para ahli, seperti Roland Robertson dan David Held misalnya, mereka mengatakan bahwa perkembangan globalisasi sebenarnya bukan perkara baru dan telah dimulai sejak era imperium pada abad ke-15 dan berkembang dengan terbentuknya negara bangsa pada abad ke-17 (dalam Mubah 2010). Kemudian, penemuan-penemuan alat komunikasi dan transportasi telah mengakselerasi proses globalisasi sehingga memunculkan sebuah perubahan sosial akibat dari perkembangan teknologi yang memfasilitasi terjadinya pertukaran budaya dan transaksi ekonomi internasional. Dalam konteks ini, gagasan globalisasi tampaknya seringkali dipakai untuk merujuk pada perluasan dan pendalaman arus perdagangan, modal, teknologi, informasi internasional dalam sebuah pasar global yang cenderung terintegrasi. Selanjutnya James Petras dan Henry Veltmeyer mengatakan globalisasi dapat dimaknai sebagai proses liberalisasi pasar nasional dan global yang mengarah pada kebebasan arus perdagangan, modal maupun informasi dengan kepercayaan bahwa situasi ini akan menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia (Petras&Veltmeyer 2001: 11). Dalam pemaknaan yang lain, globalisasi juga bukan semata-mata terbatas pada ide kosmopolitanisme dalam arti semata gejala mondial, namun juga glokalisasi (think globally act locally). Di sini fenomena yang dikemukakan oleh Naisbitt menjadi salah satu contoh yang mengemuka. Dimana perpindahan lokasi industri menjadi pilihan untuk kedekatan sumber daya, serta juga perampingan struktur perusahaan seperti yang berkembang dengan perusahaan e-company semacam google[dot]com (Naisbitt 1995: 191).
BAB III
PEMBAHASAN
Kebijakan Persaingan
Pertama, eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak adil (unfair conduct). Kedua, kebijakan/intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefisiensi perekonomian. Penyebab pertama bersumber dari perilaku perusahaan sedangkan penyebab kedua bersumber dari intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar. Kebijakan persaingan tidak hanya terdiri dari undang-undang larangan praktek monopoli tetapi juga termasuk deregulasi dan liberalisasi ekonomi. Undang-undang larangan praktek monopoli bertujuan untuk mengatur perilaku-perilaku perusahaan yang besifat antipersaingan. Di sinilah pada dasarnya   ruang lingkup peran KPPU. Sementara itu, deregulasi dan liberalisasi bertujuan agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan meminimumkan intervensi pemerintah yang distortif.
Beberapa tindakan atau cara tidak adil (unfair) dapat dilakukan perusahaan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat, misalnya tindakan kolusif dan tindakan yang menghancurkan pesaing (competitor elimination). Tindakan kolusif ialah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama-sama atau membagi-bagi pasar sedemikian rupa, sehingga memaksimumkan keuntungan masing-masing perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi (tacit collusion) ataupun terbuka (explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka adalah pembentukan kartel oleh perusahaan-perusahaan. Sedangkan perilaku penghancuran pesaing (competitor elimination) adalah vertical restraints dan predatory pricing. Vertical restraint adalah pengaturan hubungan antara supplier dengan produsen atau antara produsen dengan distributor. Predatory pricing terjadi apabila suatu perusahaan  secara temporer mengenakan harga rendah sebagai upaya untuk membendung masuknya pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan pesaing yang telah ada di dalam suatu pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.
Di Indonesia ada beberapa bentuk tindakan antipersaingan. Pertama, tindakan antipersaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya. Tindakan yang dilakukan antara lain adalah melakukan integrasi vertikal yang bersifat strategis (strategic vertical integration), resale price maintenance, dan pembagian pasar. Kedua, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh perusahaan dengan dukungan atau persetujuan pemerintah. Contohnya adalah asosiasi-asosiasi pengusaha yang bertindak sebagai kartel atau tata niaga perdagangan. Ketiga, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh badan-badan usaha milik negara dengan restupemerintah. Bentuk-bentuk tindakan antipersaingan di Indonesia yang terbanyak adalah yang tergolong ke dalam kategori kedua dan ketiga. Dengan demikian, penyebab utama tindakan antipersaingan adalah karena pemerintahbaik karena kebijakan distortif yang malah menciptakan perilaku antipersaingan maupun karena kepemilikan pada BUMN/Ddan kecenderungan memproteksi pasar di mana BUMN/D itu bergerak. Dalam kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22/1998 yang sudah mulai diberlakukan secara efektif sejak 1 Januari 2001, muncul kekhawatiran membanjirnya berbagai peraturan daerah baru yang bersifat antipersaingan. Bahkan pada masa Orde Barujauh sebelum pelaksanaan otonomi daerahtelah ada berbagai kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang bersifat antipersaingan. Kebijakan tersebut dapat berupa tariff barriers seperti pungutan pajak ataupun retribusi; dan non-tariff barriers dalam bentuk tata niaga perdagangan. Misalnya: pemberian hak monopoli atau monopsoni, penetapan harga dasar atau maksimal, kuota ekspor barang dari suatu daerah, regional allocation market (rayonisasi), atau monopoli oleh BUMN/D.
Liberalisasi Perekonomian Indonesia
Liberalisasi Perekonomian semakin terlihat dalam segala bidang baik di dunia internasional maupun di Indonesia.  Mulai dari berdirinya WTO, APEC, G-20, sampai perjanjian-perjanjian bilateral dan multirateral Indonesia dengan sejumlah negara merupakan bentuk-bentuk gejala liberalisasi. Bahkan pada tahun 2015 free trade area ASEAN akan dimulai dengan adanya kesepakatan Asean Economy Community (AEC). Konsep liberalisasi perekonomian, lebih cenderung pada kebebasan bagi semua pelaku kegiatan ekonomi untuk menguasai potensi-potensi perekonomian di Indonesia. Liberalisasi perdagangan yang terjadi saat ini tidak hanya bisa dipandang dari analisa perekonomian yang akan meningkatkan transaksi perdagangan, namun juga bisa di analisa melalui aspek-aspek politik yang ada di dalamnya.
Menurut teori, analisis ekonomi politik tidak dapat dicampur karena keduanya memiliki dasar logika yang berbeda. Namun ekonomi dan politik bisa disandingkan dengan pertimbangnan keduanya mempunyai proses yang sama. Pendekatan ekonomi politik mempertemukan antara bidang ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Yustika, 2013). Cabang ilmu ekonomi politik merupakan salah satu cabang ilmu yang berusaha menjelaskan bagaimana sebuah pemerintahan mengatur ekonomi negara, dan membuat serangkaian kebijakan dan aturan untuk manajemen negara yang lebih efektif (Unzonwane, 2013). Dengan demikian ekonomi politik dapat membawa logika perekonomian pada rahan politik secara bebas sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang nantinya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. ekonomi politik memberikan cara bagi pemerintah dalam suatu negara untuk membawa arah dan tujuan negara dalam mencapai tujuan ekonomi tertentu. Oleh sebab itu maka perlu adanya pendekatan dari segi ekonomi dan politik pada fenomena liberalisasi perekonomian yang terjadi saat ini. Dalam hal ini ekonomi politik berperan sebagai alat analisis dalam segala aktifitas perekonomian yang disandingkan dengan peran kebijakan atau keputusan-keputusan  politik.

Globalisasi
Fenomena globalisasi merupakan sesuatu yang tak terelakkan, sesuatu yang pasti terjadi, selain memberi manfaat secara ekonomi namun membawa juga implikasi pada banyak aspek kehidupan manusia, yang pada akhirnya mensyaratkan masyarakat agar dapat melakukan adaptasi atas perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya saja, perubahan arus perdagangan internasional membuat produk yang diciptakan negara di belahan benua lain dapat dikonsumsi oleh masyarakat, bahkan sampai di pelosok kota/desa di benua lainnya. Arus modal internasional membawa implikasi di pindahkannya industri di negara maju ke negera berkembang, untuk mendapatkan tenaga buruh murah. Perubahan teknologi informasi memungkinkan berita-berita internasional diketahui seluruh dunia hanya dalam beberapa saat. Liberalisasi pasar nasional dan global membuka pintu selebar-lebarnya bagi masuknya berbagai produk dan jasa bagi para konsumen di suatu negara. Akhirnya globalisasi turut mengubah pola berpikir dan berperilaku masyarakat.
Masalah Globalisasi di Indonesia masa sekarang, globalisasi telah menjadi sorotan sekaligus menjadi masalah yang sangat tajam di Indonesia terkait dengan kemungkinan datangnya pesaing-pesaing dari negara maju yang ikut berkompetisi dalam perekonomian liberal dunia dengan kekuatan ekonomi mereka yang tentu saja pasti jauh lebih kuat. Hal ini sering dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap seluruh bidang kehidupan sosial dan ekonomi yang dalam perkembangannya mengancam persatuan dan kesatuan suatu bangsa karena konflik yang ditimbulkannya. Dua poin yang baru saja disebutkan adalah masalah mendasar yang menghadapi masalah globalisasi, yaitu kompetisi (persaingan ekonomi) dan ancaman persatuan bangsa. Pengaruh arus globalisasi pada dasarnya sulit untuk dapat dicegah dan memerlukan adanya perhatian dalam berbagai kemungkinan-kemungkinan tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang ada serta kebijakan dan strategi untuk menanggulanginya. Indonesia, dalam hal ini, tentu saja di harapkan akan menjadi lebih sadar akan pentingnya mewaspadai berbagai kemungkinan tantangan globalisasi. Sebab, pada era demokrasi ekonomi yang kita anut sekarang, mau tidak mau, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, bangsa Indonesia akan memasuki pusaran arus globalisasi dunia, suatu era yang penuh tantangan dan juga peluang.
Kemiskinan dan pemiskinan global di definisikan sebagai kemiskinan yang di sebabkan oleh globalisasi yang berasal dari pasar bebas dan atau akibat ulah negara maju (Wiranta 2007). Pengalaman Indonesia selama kurun waktu dua dekade terakhir memberikan gambaran bahwa kapitalisme atau membanjirnya modal asing ke Indonesia mempunyai pengaruh yang kurang menguntungkan pihak masyarakat ekonomi lemah. Sejatinya kapitalisme dapat mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dan kesejahteraan penduduk, tetapi kapitalisme juga mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antar kelompok masyarakat dan antar kelompok negara. Kesenjangan seperti ini merupakan akibat logis dari prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi kapitalis, di antaranya adalah bahwa sistem ekonomi kapitalis sangat mengutamakan kepemilikan individu. Bahwa kebebasan untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya dan pasar bebas merupakan prinsip-prinsip dasar kegiatan ekonomi kapitalis, namun pasar sempurna sebagai persyaratan terwujudnya pemerataan kesejahteraan tidak pernah terjadi. Semua ini akibat adanya praktik-praktik pengejaran kebutuhan ekonomi manusia yang tak berbatas. Perpaduan dari prinsip-prinsip ini dalam kegiatan ekonomi membawa sekelompok masyarakat ke jenjang kesejahteraan atas dasar pengorbanan kelompok lain. Selama tidak dilakukan rekonseptualisasi prinsip-prinsip dasar ekonomi kapitalis, selama itu pula proses pemiskinan masyarakat atau negara lemah oleh negara kapitalis kuat akan terus berlanjut.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu Negara menjadi bias. Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan, baik aspek politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain termasuk pendidikan.
     Dalam bidang liberalisasi perdagangan dan investasi, bahwa selain globalisasi telah mendorong terjadinya perubahan (ketimpangan) dalam struktur ketenaga kerjaan global (dimana hal ini perlu pemecahan masalah yang di lakukan secara bersama-sama), globalisasi juga telah mengubah dinamika perekonomian nasional yang mana mekanisme pasar jauh menentukan ketimbang peran pemerintah. Berkurangnya peran pemerintah di khawatirkan menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengorbankan pelaku ekonomi dengan daya saing rendah. Namun di sisi lain, globalisasi perlu untuk memberikan motivasi setiap pelaku ekonomi untuk bertindak efisien, produktif, dan berdaya saing tinggi. Lantas bagaimana dengan keadaan perdagangan dan investasi di Indonesia. Tampaknya, keadaan perdagangan dan investasi mulai mengalami perubahan secara perlahan. Peningkatan laju investasi domestik dan asing mulai berkembang seiiring dengan membaiknya dinamika iklim usaha yang telah di rumuskan dalam kebijakan ekonomi nasional. Namun secara umum, upaya pengembangan investasi dan perdagangan nasional di era globalisasi harus terus dilakukan.

Kebijakan yang tepat untuk menghadapi globalisasi, antara lain :
  1. Negara harus memiliki sistem pemerintahan yamg kuat dengan strategi yang jelas.
  2. Memberlakukan hukum yang mengikat kuat pada individu dan masyarakat.
  3. Membuat kesepakatan yang jelas dengan Negara-negara asing dalam melakukan hubungan kerja sama tanpa adanya ketimpangan kebijaksanaan yang justru merugikan satu Negara dan menguntungkan Negara lain.
  4. Strategi hukum yang tepat untuk mengikat pengaruh globalisasi dengan gaya kapitalis dan liberalis dengan kebebasan tanpa batasnya, dengan aturan-aturan yang tertulis dan mengikat akibat pengaruh globalisasi yang kebablasan tanpa batas.
  5. Mengembalikan nilai Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal itu akan efektif untuk dapat meredam semua kekacauan-kekacauan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi dan mengikat individu masyarakat Indonesia yang merupakan kunci maju atau mundurnya bangsa Indonesia saat ini.
  6. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
  7. Meningkatkan kualitas nilai-nilai keimanan dan moralitas masyarakat.
  8. Mendorong dan mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan keadilan dan keseimbangan antarbangsa.
  9. Meningkatkan jiwa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme.
  10. Mendorong dan mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk mendesak Negara maju agar mau memberikan dana bantuan perbaikan lingkungan hidup.
 Regionalisasi
Salah satu ciri penting globalisasi adalah dunia dan pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain ke dalam satu lingkungan (region). Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah regionalisme ekonomi ASEAN dan pembentukan komunitas ekonomi ASEAN (Elisabeth 2009). Studi ini memperlihatkan bahwa Asia Tenggara yang menjadi bagian penting dalam rantai globalisasi merasa perlu membangun kerja sama regional. Pemerintah negara Asia Tenggara sebagai pelaku globalisasi ekonomi kemudian membentuk ASEAN yang berupaya (salah satunya) mengintegrasikan kawasan ke dalam ekonomi dunia. Melalui kebijakan pembangunan yang berorientasi ekspor, yang didukung oleh kebijakan untuk menarik masuk investasi modal asing lantas mendirikan kawasan perdagangan bebas (ASEAN Free Trade Area/FTA). Secara bertahap negara-negara ASEAN mulai merapkan program, salah satunya yaitu membuka pasar dalam negerinya dan membuka perjanjian tentang pengembangan spesialisasi industri di antara negara-negara ASEAN. Indonesia sendiri memilih untuk menjadi “sentra” industri otomotif, namun pada kenyataanya industri otomotif yang berkembang justru terjadi di Thailand. Industri sepeda motor di Thailand bahkan telah manjadi sebuah sistem industri yang sudah mapan rantai produksinya. Sebenarnya, kebijakan globalisasi ini dijalankan seiring dengan diberlakukannya kebijakan untuk menggalang kerjasama ekonomi regional. Kebijakan ini didasarkan pada azas saling menguntungkan, dimana setiap negara akan mendapatkan hasil yang lebih baik apabila melakukan integrasi ekonomi ini secara bersama-sama daripada melakukannya secara sendiri-sendiri. Terciptanya regionalisme ekonomi di Asia Tenggara diharapkan dapat meningkatkan daya tarik kawasan ini terutama bagi penanaman modal dari luar (foreign direct investment/FDI) agar kawasan ASEAN tidak hanya menjadi daerah produksi tetapi juga ekspor bagi negara lain. Dengan kata lain, integrasi ekonomi regional ASEAN berkembang ke arah yang lebih terbuka atau menjadi open regionalism.
     Tantangan utama dalam membentuk pasar tunggal ASEAN ini sangat berkaitan dengan prinsip kedaulatan negara yang masih dipegang teguh dan dijalankan oleh setiap negara anggota ASEAN. Sedangkan integrasi ekonomi kawasan yang utuh membutuhkan kesadaran dan komitmen bersama untuk “mengurangi derajat kedaulatan negara” melalui kesepakatan perdagangan dan investasi yang dapat berlaku di setiap negara ASEAN. Sampai saat ini, ASEAN masih mengutamakan pendekatan harmonisasi, termasuk dalam harmonisasi peraturan, meskipun sudah ada kesepakatan bersama untuk menjalankan kebijakan ASEAN single window yang harus terlebih dahulu diterapkan di tingkat nasional Selain isu regionalisme ASEAN, yang patut diperhatikan juga adalah pertumbuhan ekonomi yang amat pesat di kawasan Asia Timur Laut (Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Cina Daratan) yang berdampak positif pada negara-negara anggota Asia Tenggara (ASEAN) karena terjadi peningkatan pesat dalam perdagangan antarnegara dari kedua kawasan ini (Lihat Thee Kian Wie 2010: 1-8).

            Kerjasama regional di antara negara-negara yang berada dalam kondisi yang kurang lebih sama diharapkan dapat membantu merumuskan dan memperkuat strategi globalisasi yang dilaksanakan secara bersama oleh negara-negara tersebut. Perdagangan bebas di tingkat bilateral dan kawasan regional disebut sebagai BFTA (Bilateral Free Trade Agreement) dan RTA (Regional Trade Agreement), keduanya kemudia biasa dikenal sebagai FTA (Free Trade Agreement) atau Perjanjian Perdagngan Bebas. Perlu dipahami bahwa aturan    di FTA baik yang bersifat bilateral maupun regional, berinduk  kepada  perjanjian (agreement) di WTO yang berssifat multilateral. Hal ini selalu ditekankan di setiap klausul kesepakatan FTA.
Integrasi  ekonomi  Asia  Tenggara Tujuan bagi integrasi ekonomi tersebut diantaranya adalah penghapusan tarif, kebebasan bergerakdari kaum professional, kebebassan bergerak dari modal, serta penyederhanaan prosedur kepabeanan. Untuk itu diperlukan pembentukan kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas (FTA) yang merupakan strategi kunci bagi ASEAN untuk mendapatkan akses pasar yang lebih besar ke mitra dagang ASEAN serta guna menarik investasi ke dalam ASEAN.    ini  sesuai  dengan    ketentuan perjanjian WTO dengan tujuan saling menguntungkan dengan cara pemberlakuan tarif yang lebih rendah sesama anggota bila  dibandingkan dengan non-anggota (Prefential Trade Agreement/ASEAN PTA)Persetujuan Pengaturan Perdagngan Preferensi ASEAN (PTA) Manila, Filiphina, tanggal 24 Februari 1977 dan mulai diberlakukan tahun 1978. antar negara-negara   anggota sekawasan   ini.  Tetapi  menemukan   kendala,   belum dapat memberikan tingkat preferensi yang memadai, rendahnya tingkat komplementaritas, sehingga kurang mendukung upaya perdagangan

Saat ini di tingkat regional ASEAN sudah dibuat payung bagi rezim perdagangan bebas yang komprehensif yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas, didalamnya ada AFTA (ASEAN Free  Trade  Area). AFTA adalah hasil kesepakatan para kepala negara ASEAN dalam ASEAN Summit IV di singapura pada bulan Januari 1992 ketika ditandatanganinya “Singapore Declaration and Agreement for Enchacing ASEAN Economic Cooperation”.  AFTA merupakan mekanisme dan regionalisme dengan  wujud  dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing  ekonomi  kawasan regional ASEAN. Kesepakatan merealisasikan AFTA ini dilakukan melalui skema yang disebut “Commmon Effective Prefential Tariffs”  (CEPT). Commmon Effective Prefential Tariffs (CEPT), suatu skema untuk mewujudkan  AFTA melalui penurunan tariff hingga 0-5%. Penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan- hambatan non-tarif lainnya.

Realisasi AFTA melalui CEPT merupakan jalur perdagangan bebas dalam bidang barang (trade in goods) dengan mekanisme penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Sedangkan dalam bidang jasa (trade in service) melalui kerangka perjanjian AFAS sebagai upaya melakukan liberalisasi dengan tingkat lebih tinggi. Dalam area jasa, deklarasi Konvensi Bangkok menyepakati untuk meningkatkan kerjasama dan kebebasan perdagangan dibidang jasa melalui perwujudan  ASEAN sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang jasa antar anggota ASEAN, dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan dan lingkup dari liberalisasi melampaui yang telah ada di dalam GATS (General Agreement Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan bebas dibidang jasa

Para memimpin ASEAN telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand, dan Indonesia telah meratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995, dimana AFAS antara lain berisi kesepakatan  untuk Meningkatkan kerjasama dibidang jasa diantara negara-negara    ASEAN dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pemasokan dan distribusi jasa, baik antara penyedia jasa di ASEAN maupun diluar ASEAN.
  1. Menghapus hambatan perdagangan dibidang jasa secara substansial antar negara ASEAN.
  2. Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negaranegara dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa.








BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Di Indonesia ada beberapa bentuk tindakan antipersaingan. Pertama, tindakan antipersaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya. Tindakan yang dilakukan antara lain adalah melakukan integrasi vertikal yang bersifat strategis (strategic vertical integration), resale price maintenance, dan pembagian pasar. Kedua, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh perusahaan dengan dukungan atau persetujuan pemerintah. Untuk itu, pemerintah memiliki beberapa kebijakan dalam menghadapi persaingan dan daya saing. Liberalisasi perdagangan yang terjadi saat ini di Indonesia juga tidak hanya bisa dipandang dari analisa perekonomian yang akan meningkatkan transaksi perdagangan, namun juga bisa di analisa melalui aspek-aspek politik yang ada di dalamnya. Masalah Globalisasi di Indonesia masa sekarang, globalisasi telah menjadi sorotan sekaligus menjadi masalah yang sangat tajam di Indonesia dan di negara-negara lainnya terkait dengan kemungkinan datangnya pesaing-pesaing dari negara maju yang ikut berkompetisi dalam perekonomian liberal dunia dengan kekuatan ekonomi mereka yang tentu saja pasti jauh lebih kuat. Hal ini sering dikhawatirkan menjadi dampak negatif terhadap seluruh bidang kehidupan sosial dan ekonomi yang dalam perkembangannya mengancam persatuan dan kesatuan suatu bangsa karena konflik yang ditimbulkannya. Dan dalam hal kerja sama regional Indonesia cukup banyak bekerja sama dengan luar negeri yang diharapkan dapat memberikan bagi negara Indonesia itu sendiri. Kerjasama regional di antara negara-negara yang berada dalam kondisi yang kurang lebih sama diharapkan dapat membantu merumuskan dan memperkuat strategi globalisasi yang dilaksanakan secara bersama oleh negara-negara lainnya.





DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar