BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Setiap
negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah
satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Wajar
pertumbuhan ekonomi menjadi penentu tingkat kesejahteraan, keamanan serta kemajuan
sebuah negara. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan, semakin tinggi tingkat
stabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Namun untuk meningkatkan pertumbuhan
bukan hal yang mudah dan sederhana. Justeru berbagai konflik dalam sebuah
negara lahir akibat kesalahan dan kegagalan bagaimana ekonomi ditumbuhkan.
Sebab ekonomi tumbuh bukan dalam ruang hampa dan kedap kepentingan. Sebaliknya
negara lahir dengan sebuah kepentingan dan pertumbuhan ekonomi merupakan
kepentingan lain yang tentu saling terkait satu sama lain. Pertumbuhan memberi
dampak dan disebabkan oleh interaksi antar negara dan juga memberi dampak di
dalam negara. Pertumbuhan ekonomi dengan demikian bersifat global. Terlebih
lagi perkembangan teknologi membuat dunia semakin kecil dan tanpa batas. Sebut
saja ketika dunia percaya dengan sistem merkentilisme. Keyakinan bahwa negara
akan kuat jika memiliki tabungan emas membuat pilihan melakukan dagang antar
negara dan benua melahirkan munculnya era kolonialisasi. Negara kuat namun
miskin sumberdaya akan melakukan aneksasi atau penguasaan atas negara lain yang
lemah.
Kondisi
yang sama terjadi saat lahirnya keyakinan tentang perdagangan bebas. Ekonomi
sebuah negara akan tumbuh jika perdagangan antar negara dibiarkan tanpa adanya
hambatan. Kebebasan dalam berdagang akan melahirkan satu kondisi di mana negara
akan memiliki nilai tambah. Sering dicontohkan jika sebuah negara lebih efisien
memproduksi teh maka produk lain seperti mobil dibiarkan berkembang di negara
lain yang jauh lebih efisien. Jadi setiap negara memiliki keunggulannya sendiri
(comparative advantage) agar ekonomi tumbuh lebih baik lagi. Karakter
pertumbuhan ekonomi dengan demikian terbuka karena negara tidak bisa memenuhi
sendiri kebutuhannya. Namun menyerahkan ekonomi kepada pasar, jelas bukan tanpa
resiko. Sebab sistem pasar sering tumbuh diluar kendali negara. Agar ekonomi
tumbuh sesuai dengan target maka negara harus mengendalikannya. Di sinilah dunia dihadapkan pada dua ekstrem;
kapitalisme yang percaya dengan bekerjanya pasar dan sosialisme yang percaya
dengan bekerjanya kendali negara. Akibatnya dunia terbelah menjadi dua blok yang bermusuhan;
Barat yang Liberal-Kapitalis dan Timur yang Sosialis Komunis. Jadi pertumbuhan
ekonomi di negara mana pun tidak bisa lagi mengabaikan sisi efisensi karena
tingginya dinamika persaingan antar negara dan benua. Kebijakan persaingan
dibuat untuk membuat terciptanya lingkungan persaingan agar pertumbuhan ekonomi
tidak hanya efisien tetapi juga mendorong tingkat kesejahteraan. Tanggungjawab
negara terhadap nasib rakyatnya didapat melalui wewenang campur tangan sejauh
tidak merusak dinamika persaingan itu sendiri. Inilah era di mana negara dan
pasar duduk berdampingan untuk menciptakan
kesejahteraan rakyat.
1.2
Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud
dengan kebijakan persaingan dan daya saing dalam perekonomian Indonesia?
2. Apa kebijakan
pemerintah dalam mengatasi perdagangan Internasional atau liberalisasi?
3. Bagaimana peran
globalisasi dalam perekonomian Indonesia?
4. Bagaimana peran
Indonesia dalam bekerjasama dengan negara-negara lain?
BAB II
TELAAH LITERATUR
Salah
satu tujuan dibentuknya UU No.5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
adalah menjaga kepentingan umum dan menegakkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Efisiensi
ekonomi nasional dalam konteks ini merupakan cara agar kesejahteraana rakyat
tercipta. Karena itu praktek usaha yang tidak efisien dengan bahasa lain
menjadi langkah kontraproduktif dan berarti melawan negara. Berbagai praktek
usaha yang diduga melawan negara seperti monopoli, oligopoli, kartel,
persekongkon tender dan sebagainya adalah kegiatan yang melanggar UU No. 5
Tahun 1999. Di titik ini kebijakan ekonomi yang bertujuan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi selalu dihadapkan dengan sistem ekonomi dunia. Ketika
Komunisme runtuh dan sosialisme bubar, dunia mengarah ke sistem ekonomi yang
tidak lagi mempertentangkan pasar dan negara atau kapitalisme dan sosialisme
pada titik ekstrim. Kemenangan demokrasi liberal telah ”mengakhiri sejarah”
seperti tulisan Francis Fukuyama. Dunia
tengah bergerak apa apa yang diusung
Antony Giddens dengan konsep
”Jalan Ketiga” (Third Way). Konsep ini tetap mengusung pasar sebagai
penggerak pertumbuhan namun memberi ruang bagi negara untuk intervensi. Kendali
atas praktek persaingan usaha tidak sehat dengan demikian menjadi penentu dari
kualitas pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan untuk kesejahteraan. Kiprah KPPU
dalam bentuk penegakan hukum persaingan dan pemberian saran dan pertimbangan
telah memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya. Bahkan seperti
diingatkan oleh Allan Green Span, mantan Gubernur FED, ekonomi pasar tumbuh melalui tiga hal. Salah
satunya adalah kadar kompetisi dalam negeri, dan terutama untuk negara
berkembang, kadar keterbukaan negara terhadap perdagangan dan integrasinya
dengan bagian lain di dunia (Green Span,
hal. 254).
Menurut pendapat para ahli, seperti Roland Robertson dan David
Held misalnya, mereka mengatakan bahwa perkembangan globalisasi sebenarnya
bukan perkara baru dan telah dimulai sejak era imperium pada abad ke-15 dan
berkembang dengan terbentuknya negara bangsa pada abad ke-17 (dalam Mubah
2010). Kemudian, penemuan-penemuan alat komunikasi dan transportasi telah
mengakselerasi proses globalisasi sehingga memunculkan sebuah perubahan sosial
akibat dari perkembangan teknologi yang memfasilitasi terjadinya pertukaran
budaya dan transaksi ekonomi internasional. Dalam konteks ini, gagasan
globalisasi tampaknya seringkali dipakai untuk merujuk pada perluasan dan
pendalaman arus perdagangan, modal, teknologi, informasi internasional dalam
sebuah pasar global yang cenderung terintegrasi. Selanjutnya James Petras dan
Henry Veltmeyer mengatakan globalisasi dapat dimaknai sebagai proses
liberalisasi pasar nasional dan global yang mengarah pada kebebasan arus
perdagangan, modal maupun informasi dengan kepercayaan bahwa situasi ini akan
menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia (Petras&Veltmeyer 2001:
11). Dalam pemaknaan yang lain, globalisasi juga bukan semata-mata terbatas
pada ide kosmopolitanisme dalam arti semata gejala mondial, namun juga
glokalisasi (think globally act locally). Di sini fenomena yang
dikemukakan oleh Naisbitt menjadi salah satu contoh yang mengemuka. Dimana
perpindahan lokasi industri menjadi pilihan untuk kedekatan sumber daya, serta
juga perampingan struktur perusahaan seperti yang berkembang dengan perusahaan
e-company semacam google[dot]com (Naisbitt 1995: 191).
BAB III
PEMBAHASAN
Kebijakan
Persaingan
Pertama,
eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang mempunyai
kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya
(competitor elimination) dengan cara tidak adil (unfair conduct). Kedua,
kebijakan/intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan
inefisiensi perekonomian. Penyebab pertama bersumber dari perilaku perusahaan
sedangkan penyebab kedua bersumber dari intervensi pemerintah terhadap
mekanisme pasar. Kebijakan persaingan tidak hanya terdiri dari undang-undang
larangan praktek monopoli tetapi juga termasuk deregulasi dan liberalisasi
ekonomi. Undang-undang larangan praktek monopoli bertujuan untuk mengatur
perilaku-perilaku perusahaan yang besifat antipersaingan. Di sinilah pada
dasarnya ruang lingkup peran KPPU. Sementara itu,
deregulasi dan liberalisasi bertujuan agar mekanisme pasar dapat berjalan
dengan meminimumkan intervensi pemerintah yang distortif.
Beberapa
tindakan atau cara tidak adil (unfair) dapat dilakukan perusahaan untuk memenangkan
persaingan secara tidak sehat, misalnya tindakan kolusif dan tindakan yang
menghancurkan pesaing (competitor elimination). Tindakan kolusif ialah perilaku
beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama-sama atau membagi-bagi
pasar sedemikian rupa, sehingga memaksimumkan keuntungan masing-masing
perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi (tacit
collusion) ataupun terbuka (explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka
adalah pembentukan kartel oleh perusahaan-perusahaan. Sedangkan perilaku
penghancuran pesaing (competitor elimination) adalah vertical restraints dan
predatory pricing. Vertical restraint adalah pengaturan hubungan antara
supplier dengan produsen atau antara produsen dengan distributor. Predatory pricing
terjadi apabila suatu perusahaan secara
temporer mengenakan harga rendah sebagai upaya untuk membendung masuknya
pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan pesaing yang telah ada di dalam suatu
pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.
Di
Indonesia ada beberapa bentuk tindakan antipersaingan. Pertama, tindakan
antipersaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya.
Tindakan yang dilakukan antara lain adalah melakukan integrasi vertikal yang
bersifat strategis (strategic vertical integration), resale price maintenance,
dan pembagian pasar. Kedua, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh
perusahaan dengan dukungan atau persetujuan pemerintah. Contohnya adalah
asosiasi-asosiasi pengusaha yang bertindak sebagai kartel atau tata niaga
perdagangan. Ketiga, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh badan-badan
usaha milik negara dengan restupemerintah. Bentuk-bentuk tindakan
antipersaingan di Indonesia yang terbanyak adalah yang tergolong ke dalam
kategori kedua dan ketiga. Dengan demikian, penyebab utama tindakan
antipersaingan adalah karena pemerintahbaik karena kebijakan distortif yang
malah menciptakan perilaku antipersaingan maupun karena kepemilikan pada
BUMN/Ddan kecenderungan memproteksi pasar di mana BUMN/D itu bergerak. Dalam
kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22/1998
yang sudah mulai diberlakukan secara efektif sejak 1 Januari 2001, muncul
kekhawatiran membanjirnya berbagai peraturan daerah baru yang bersifat
antipersaingan. Bahkan pada masa Orde Barujauh sebelum pelaksanaan otonomi
daerahtelah ada berbagai kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang bersifat
antipersaingan. Kebijakan tersebut dapat berupa tariff barriers seperti
pungutan pajak ataupun retribusi; dan non-tariff barriers dalam bentuk tata
niaga perdagangan. Misalnya: pemberian hak monopoli atau monopsoni, penetapan
harga dasar atau maksimal, kuota ekspor barang dari suatu daerah, regional
allocation market (rayonisasi), atau monopoli oleh BUMN/D.
Liberalisasi
Perekonomian Indonesia
Liberalisasi
Perekonomian semakin terlihat dalam segala bidang baik di dunia internasional
maupun di Indonesia. Mulai dari
berdirinya WTO, APEC, G-20, sampai perjanjian-perjanjian bilateral dan
multirateral Indonesia dengan sejumlah negara merupakan bentuk-bentuk gejala
liberalisasi. Bahkan pada tahun 2015 free trade area ASEAN akan dimulai dengan
adanya kesepakatan Asean Economy Community (AEC). Konsep liberalisasi
perekonomian, lebih cenderung pada kebebasan bagi semua pelaku kegiatan ekonomi
untuk menguasai potensi-potensi perekonomian di Indonesia. Liberalisasi
perdagangan yang terjadi saat ini tidak hanya bisa dipandang dari analisa
perekonomian yang akan meningkatkan transaksi perdagangan, namun juga bisa di
analisa melalui aspek-aspek politik yang ada di dalamnya.
Menurut
teori, analisis ekonomi politik tidak dapat dicampur karena keduanya memiliki
dasar logika yang berbeda. Namun ekonomi dan politik bisa disandingkan dengan
pertimbangnan keduanya mempunyai proses yang sama. Pendekatan ekonomi politik
mempertemukan antara bidang ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya
ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
(Yustika, 2013). Cabang ilmu ekonomi politik merupakan salah satu cabang ilmu
yang berusaha menjelaskan bagaimana sebuah pemerintahan mengatur ekonomi
negara, dan membuat serangkaian kebijakan dan aturan untuk manajemen negara
yang lebih efektif (Unzonwane, 2013). Dengan demikian ekonomi politik dapat
membawa logika perekonomian pada rahan politik secara bebas sehingga dapat
menghasilkan kebijakan yang nantinya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
ekonomi politik memberikan cara bagi pemerintah dalam suatu negara untuk
membawa arah dan tujuan negara dalam mencapai tujuan ekonomi tertentu. Oleh
sebab itu maka perlu adanya pendekatan dari segi ekonomi dan politik pada
fenomena liberalisasi perekonomian yang terjadi saat ini. Dalam hal ini ekonomi
politik berperan sebagai alat analisis dalam segala aktifitas perekonomian yang
disandingkan dengan peran kebijakan atau keputusan-keputusan politik.
Globalisasi
Fenomena globalisasi merupakan sesuatu yang tak terelakkan,
sesuatu yang pasti terjadi, selain memberi manfaat secara ekonomi namun membawa
juga implikasi pada banyak aspek kehidupan manusia, yang pada akhirnya
mensyaratkan masyarakat agar dapat melakukan adaptasi atas perubahan-perubahan
yang terjadi. Misalnya saja, perubahan arus perdagangan internasional membuat
produk yang diciptakan negara di belahan benua lain dapat dikonsumsi oleh
masyarakat, bahkan sampai di pelosok kota/desa di benua lainnya. Arus modal
internasional membawa implikasi di pindahkannya industri di negara maju ke negera
berkembang, untuk mendapatkan tenaga buruh murah. Perubahan teknologi informasi
memungkinkan berita-berita internasional diketahui seluruh dunia hanya dalam
beberapa saat. Liberalisasi pasar nasional dan global membuka pintu
selebar-lebarnya bagi masuknya berbagai produk dan jasa bagi para konsumen di
suatu negara. Akhirnya globalisasi turut mengubah pola berpikir dan berperilaku
masyarakat.
Masalah
Globalisasi di Indonesia masa sekarang, globalisasi
telah menjadi sorotan sekaligus menjadi masalah yang sangat tajam di Indonesia
terkait dengan kemungkinan datangnya pesaing-pesaing dari negara maju yang ikut
berkompetisi dalam perekonomian liberal dunia dengan kekuatan ekonomi mereka
yang tentu saja pasti jauh lebih kuat. Hal ini sering dikhawatirkan akan
berdampak negatif terhadap seluruh bidang kehidupan sosial dan ekonomi yang
dalam perkembangannya mengancam persatuan dan kesatuan suatu bangsa karena
konflik yang ditimbulkannya. Dua poin yang baru saja disebutkan adalah masalah
mendasar yang menghadapi masalah globalisasi, yaitu kompetisi (persaingan
ekonomi) dan ancaman persatuan bangsa. Pengaruh arus globalisasi pada dasarnya
sulit untuk dapat dicegah dan memerlukan adanya perhatian dalam berbagai
kemungkinan-kemungkinan tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang ada
serta kebijakan dan strategi untuk menanggulanginya. Indonesia, dalam hal ini, tentu
saja di harapkan akan menjadi lebih sadar akan pentingnya mewaspadai berbagai
kemungkinan tantangan globalisasi. Sebab, pada era demokrasi ekonomi yang kita
anut sekarang, mau tidak mau, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap,
bangsa Indonesia akan memasuki pusaran arus globalisasi dunia, suatu era yang
penuh tantangan dan juga peluang.
Kemiskinan
dan pemiskinan global di definisikan sebagai kemiskinan yang di sebabkan oleh
globalisasi yang berasal dari pasar bebas dan atau akibat ulah negara maju
(Wiranta 2007). Pengalaman Indonesia selama kurun waktu dua dekade terakhir
memberikan gambaran bahwa kapitalisme atau membanjirnya modal asing ke
Indonesia mempunyai pengaruh yang kurang menguntungkan pihak masyarakat ekonomi
lemah. Sejatinya kapitalisme dapat mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi
suatu bangsa dan kesejahteraan penduduk, tetapi kapitalisme juga mendorong
terjadinya ketimpangan ekonomi antar kelompok masyarakat dan antar kelompok
negara. Kesenjangan seperti ini merupakan akibat logis dari prinsip-prinsip
dasar sistem ekonomi kapitalis, di antaranya adalah bahwa sistem ekonomi
kapitalis sangat mengutamakan kepemilikan individu. Bahwa kebebasan untuk
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya dan pasar bebas merupakan
prinsip-prinsip dasar kegiatan ekonomi kapitalis, namun pasar sempurna sebagai
persyaratan terwujudnya pemerataan kesejahteraan tidak pernah terjadi. Semua
ini akibat adanya praktik-praktik pengejaran kebutuhan ekonomi manusia yang tak
berbatas. Perpaduan dari prinsip-prinsip ini dalam kegiatan ekonomi membawa
sekelompok masyarakat ke jenjang kesejahteraan atas dasar pengorbanan kelompok
lain. Selama tidak dilakukan rekonseptualisasi prinsip-prinsip dasar ekonomi
kapitalis, selama itu pula proses pemiskinan masyarakat atau negara lemah oleh
negara kapitalis kuat akan terus berlanjut.
Globalisasi adalah
sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu Negara menjadi bias. Globalisasi mempunyai
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek
kehidupan, baik aspek politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain termasuk
pendidikan.
Dalam
bidang liberalisasi perdagangan dan investasi, bahwa selain globalisasi telah
mendorong terjadinya perubahan (ketimpangan) dalam struktur ketenaga kerjaan
global (dimana hal ini perlu pemecahan masalah yang di lakukan secara
bersama-sama), globalisasi juga telah mengubah dinamika perekonomian nasional
yang mana mekanisme pasar jauh menentukan
ketimbang peran pemerintah. Berkurangnya peran pemerintah di khawatirkan
menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengorbankan pelaku ekonomi dengan daya
saing rendah. Namun di sisi lain, globalisasi perlu untuk memberikan motivasi
setiap pelaku ekonomi untuk bertindak efisien, produktif, dan berdaya saing
tinggi. Lantas bagaimana dengan keadaan perdagangan dan investasi di Indonesia.
Tampaknya, keadaan perdagangan dan investasi mulai mengalami perubahan secara
perlahan. Peningkatan laju investasi domestik dan asing mulai berkembang
seiiring dengan membaiknya dinamika iklim usaha yang telah di rumuskan dalam
kebijakan ekonomi nasional. Namun secara umum, upaya pengembangan investasi dan
perdagangan nasional di era globalisasi harus terus dilakukan.
Kebijakan yang tepat
untuk menghadapi globalisasi, antara lain :
- Negara harus memiliki sistem pemerintahan yamg kuat dengan strategi yang jelas.
- Memberlakukan hukum yang mengikat kuat pada individu dan masyarakat.
- Membuat kesepakatan yang jelas dengan Negara-negara asing dalam melakukan hubungan kerja sama tanpa adanya ketimpangan kebijaksanaan yang justru merugikan satu Negara dan menguntungkan Negara lain.
- Strategi hukum yang tepat untuk mengikat pengaruh globalisasi dengan gaya kapitalis dan liberalis dengan kebebasan tanpa batasnya, dengan aturan-aturan yang tertulis dan mengikat akibat pengaruh globalisasi yang kebablasan tanpa batas.
- Mengembalikan nilai Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal itu akan efektif untuk dapat meredam semua kekacauan-kekacauan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi dan mengikat individu masyarakat Indonesia yang merupakan kunci maju atau mundurnya bangsa Indonesia saat ini.
- Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
- Meningkatkan kualitas nilai-nilai keimanan dan moralitas masyarakat.
- Mendorong dan mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan keadilan dan keseimbangan antarbangsa.
- Meningkatkan jiwa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme.
- Mendorong dan mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk mendesak Negara maju agar mau memberikan dana bantuan perbaikan lingkungan hidup.
Regionalisasi
Salah satu ciri penting globalisasi adalah dunia dan pasar kini
terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain ke dalam satu lingkungan (region).
Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah regionalisme ekonomi ASEAN dan
pembentukan komunitas ekonomi ASEAN (Elisabeth 2009). Studi ini memperlihatkan
bahwa Asia Tenggara yang menjadi bagian penting dalam rantai globalisasi merasa
perlu membangun kerja sama regional. Pemerintah negara Asia Tenggara sebagai
pelaku globalisasi ekonomi kemudian membentuk ASEAN yang berupaya (salah
satunya) mengintegrasikan kawasan ke dalam ekonomi dunia. Melalui kebijakan
pembangunan yang berorientasi ekspor, yang didukung oleh kebijakan untuk
menarik masuk investasi modal asing lantas mendirikan kawasan perdagangan bebas
(ASEAN Free Trade Area/FTA). Secara bertahap negara-negara ASEAN mulai merapkan
program, salah satunya yaitu membuka pasar dalam negerinya dan membuka
perjanjian tentang pengembangan spesialisasi industri di antara negara-negara
ASEAN. Indonesia sendiri memilih untuk menjadi “sentra” industri otomotif,
namun pada kenyataanya industri otomotif yang berkembang justru terjadi di
Thailand. Industri sepeda motor di Thailand bahkan telah manjadi sebuah sistem
industri yang sudah mapan rantai produksinya. Sebenarnya, kebijakan globalisasi
ini dijalankan seiring dengan diberlakukannya kebijakan untuk menggalang
kerjasama ekonomi regional. Kebijakan ini didasarkan pada azas saling
menguntungkan, dimana setiap negara akan mendapatkan hasil yang lebih baik
apabila melakukan integrasi ekonomi ini secara bersama-sama daripada
melakukannya secara sendiri-sendiri. Terciptanya regionalisme ekonomi di Asia
Tenggara diharapkan dapat meningkatkan daya tarik kawasan ini terutama bagi
penanaman modal dari luar (foreign direct investment/FDI) agar kawasan
ASEAN tidak hanya menjadi daerah produksi tetapi juga ekspor bagi negara lain.
Dengan kata lain, integrasi ekonomi regional ASEAN berkembang ke arah yang
lebih terbuka atau menjadi open regionalism.
Tantangan utama dalam membentuk pasar
tunggal ASEAN ini sangat berkaitan dengan prinsip kedaulatan negara yang masih
dipegang teguh dan dijalankan oleh setiap negara anggota ASEAN. Sedangkan
integrasi ekonomi kawasan yang utuh membutuhkan kesadaran dan komitmen bersama
untuk “mengurangi derajat kedaulatan negara” melalui kesepakatan perdagangan
dan investasi yang dapat berlaku di setiap negara ASEAN. Sampai saat ini, ASEAN
masih mengutamakan pendekatan harmonisasi, termasuk dalam harmonisasi
peraturan, meskipun sudah ada kesepakatan bersama untuk menjalankan kebijakan ASEAN
single window yang harus terlebih dahulu diterapkan di tingkat nasional
Selain isu regionalisme ASEAN, yang patut diperhatikan juga adalah pertumbuhan
ekonomi yang amat pesat di kawasan Asia Timur Laut (Jepang, Korea Selatan,
Taiwan, Singapura dan Cina Daratan) yang berdampak positif pada negara-negara
anggota Asia Tenggara (ASEAN) karena terjadi peningkatan pesat dalam
perdagangan antarnegara dari kedua kawasan ini (Lihat Thee Kian Wie 2010: 1-8).
Kerjasama regional di antara negara-negara yang berada
dalam kondisi yang kurang lebih sama diharapkan dapat membantu merumuskan dan
memperkuat strategi globalisasi yang dilaksanakan secara bersama oleh
negara-negara tersebut. Perdagangan
bebas di tingkat bilateral dan kawasan regional disebut sebagai BFTA (Bilateral
Free Trade Agreement) dan RTA (Regional Trade Agreement), keduanya kemudia
biasa dikenal sebagai FTA (Free Trade Agreement) atau Perjanjian Perdagngan
Bebas. Perlu dipahami bahwa aturan di FTA baik yang bersifat
bilateral maupun regional, berinduk kepada perjanjian (agreement)
di WTO yang berssifat multilateral. Hal ini selalu ditekankan di setiap klausul
kesepakatan FTA.
Integrasi
ekonomi Asia Tenggara Tujuan bagi integrasi ekonomi tersebut
diantaranya adalah penghapusan tarif, kebebasan bergerakdari kaum professional,
kebebassan bergerak dari modal, serta penyederhanaan prosedur kepabeanan. Untuk
itu diperlukan pembentukan kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas (FTA) yang
merupakan strategi kunci bagi ASEAN untuk mendapatkan akses pasar yang lebih
besar ke mitra dagang ASEAN serta guna menarik investasi ke dalam ASEAN.
ini sesuai dengan ketentuan perjanjian WTO
dengan tujuan saling menguntungkan dengan cara pemberlakuan tarif yang lebih
rendah sesama anggota bila dibandingkan dengan non-anggota (Prefential
Trade Agreement/ASEAN PTA)Persetujuan Pengaturan Perdagngan Preferensi ASEAN
(PTA) Manila, Filiphina, tanggal 24 Februari 1977 dan mulai diberlakukan tahun
1978. antar negara-negara anggota sekawasan ini.
Tetapi menemukan kendala, belum dapat memberikan
tingkat preferensi yang memadai, rendahnya tingkat komplementaritas, sehingga
kurang mendukung upaya perdagangan
Saat
ini di tingkat regional ASEAN sudah dibuat payung bagi rezim perdagangan bebas
yang komprehensif yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas, didalamnya
ada AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA adalah hasil
kesepakatan para kepala negara ASEAN dalam ASEAN Summit IV di singapura pada
bulan Januari 1992 ketika ditandatanganinya “Singapore Declaration and
Agreement for Enchacing ASEAN Economic Cooperation”. AFTA merupakan
mekanisme dan regionalisme dengan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Kesepakatan
merealisasikan AFTA ini dilakukan melalui skema yang disebut “Commmon Effective
Prefential Tariffs” (CEPT). Commmon Effective Prefential Tariffs (CEPT),
suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tariff hingga 0-5%.
Penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan- hambatan non-tarif lainnya.
Realisasi
AFTA melalui CEPT merupakan jalur perdagangan bebas dalam bidang barang (trade
in goods) dengan mekanisme penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif
yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Sedangkan dalam bidang jasa
(trade in service) melalui kerangka perjanjian AFAS sebagai upaya melakukan
liberalisasi dengan tingkat lebih tinggi. Dalam area jasa, deklarasi Konvensi
Bangkok menyepakati untuk meningkatkan kerjasama dan kebebasan perdagangan
dibidang jasa melalui perwujudan ASEAN
sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang
jasa antar anggota ASEAN, dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas
tingkatan dan lingkup dari liberalisasi melampaui yang telah ada di dalam GATS
(General Agreement Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan
bebas dibidang jasa
Para
memimpin ASEAN telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember
1995 di Bangkok, Thailand, dan Indonesia telah meratifikasi dengan Keputusan
Presiden Nomor 88 Tahun 1995, dimana AFAS antara lain berisi kesepakatan
untuk Meningkatkan kerjasama dibidang jasa diantara negara-negara
ASEAN dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing, diversifikasi
kapasitas produksi serta pemasokan dan distribusi jasa, baik antara penyedia
jasa di ASEAN maupun diluar ASEAN.
- Menghapus hambatan perdagangan dibidang jasa secara substansial antar negara ASEAN.
- Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negaranegara dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Di
Indonesia ada beberapa bentuk tindakan antipersaingan. Pertama, tindakan
antipersaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya.
Tindakan yang dilakukan antara lain adalah melakukan integrasi vertikal yang
bersifat strategis (strategic vertical integration), resale price maintenance,
dan pembagian pasar. Kedua, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh
perusahaan dengan dukungan atau persetujuan pemerintah. Untuk itu, pemerintah
memiliki beberapa kebijakan dalam menghadapi persaingan dan daya saing. Liberalisasi
perdagangan yang terjadi saat ini di Indonesia juga tidak hanya bisa dipandang
dari analisa perekonomian yang akan meningkatkan transaksi perdagangan, namun
juga bisa di analisa melalui aspek-aspek politik yang ada di dalamnya. Masalah
Globalisasi di Indonesia masa sekarang, globalisasi
telah menjadi sorotan sekaligus menjadi masalah yang sangat tajam di Indonesia
dan di negara-negara lainnya terkait dengan kemungkinan datangnya
pesaing-pesaing dari negara maju yang ikut berkompetisi dalam perekonomian
liberal dunia dengan kekuatan ekonomi mereka yang tentu saja pasti jauh lebih
kuat. Hal ini sering dikhawatirkan menjadi dampak negatif terhadap seluruh
bidang kehidupan sosial dan ekonomi yang dalam perkembangannya mengancam
persatuan dan kesatuan suatu bangsa karena konflik yang ditimbulkannya. Dan
dalam hal kerja sama regional Indonesia cukup banyak bekerja sama dengan luar
negeri yang diharapkan dapat memberikan bagi negara Indonesia itu sendiri. Kerjasama
regional di antara negara-negara yang berada dalam kondisi yang kurang lebih
sama diharapkan dapat membantu merumuskan dan memperkuat strategi globalisasi
yang dilaksanakan secara bersama oleh negara-negara lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar